2.1 Definisi Bedah Caesar
Istilah bedah caesar (sectio caesarea) berasal dari perkataan Latin caedere yang artinya memotong. Pengertian ini awalnya dijumpai dalam Roman Law (Lex Regia) dan Emperor's Law (Lex Caesarea) yaitu undang-undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus dikeluarkan dari dalam rahim.
Ada beberapa definisi tentang section cesaria. Menurut Rustam Mochtar (1992), Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
Sedangkan menurut Sarwono (1991) Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat. (Harnawatiaj, 2008)
Sectio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Seksio Sesaria adalah kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus. Istilah ini kemungkinan besar berasal dari kata Latin Caedo, yang berarti “memotong”. Baik direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat). Tujuan dasar kelahiran sesaria adalah memelihara kehidupan atau kesehatan ibu dan janinnya. Penggunaan cara sesaria didasarkan pada bukti adanya stres maternal atau fetal. Morbiditas dan mortalitas maternal dan fetal menurun sejak adanya metode pembedahan dan perawatan modern. Namun, kelahiran sesaria ini masih mengancam kesehatan ibu dan bayi. (Bobak, 2004)
2.2 Tipe-Tipe Bedah Caesar
2.2.1 Berdasarkan Teknik Insisi
Ada dua tipe utama operasi sesaria yaitu sesaria klasik dan sesaria segmen bawah. Kelahiran sesaria klasik kini jarana dilakukan, tetapi dapat dilakukan bila diperlukan kelahiran yang cepat dan pada beberapa kasus presentasi bahu dan placenta praevia. Insisi vertical dilakukan kedalam bagian tubuh atas uterus. Prosedur ini terkait dengan jumlah insiden kehilangan darah, infeksi, dan ruptur uterus yang lebih tinggi pada kehamilan selanjutnya daripada kelahiran dengan prosedur sesaria segmen bawah.
Kelahiran sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertikal (Sellheim) atau insisi transversal (Kerr). Insisi vertikal memberiikan ruang yang lebih luas untuk menlahirkan bayi, tetapi saat ini lebih jarang dilakukan karena lebih memungkinkan untuk terjadinya komplikasi. Insisi transversal lebih popular karena lebih mudah dilakukan, kehilangan darah relatif lebih sedikit, dan infeksi pasca operasi lebih kecil, serta kemungkinan ruptur pada kehamilan selanjutnya lebih kecil. Kelahiran per vaginam seksio sesaria dengan insisi klasik dikontraindikasikan.
Keuntungan, Permasalahan Dan Bahaya Spesifik Insisi Melintang
Keuntungan Penyulit Bahaya Spesifik
• Insisi terletak di segmen bawah
• Area insisi lebih sedikit vaskularisasinya dibanding segmen atas
• Segmen bawah lebih mudah dijahit.
• Lebih mudah untuk menutup insisi dengan bladder peritoneum. • Daerah insisi sangat terbatas pada bagian lateralnya
• Posisi menyulitkan untuk dilakukan penutupan. • Injury pembuluh darah pada daerah lateral uterus.
• Hemoragi dan hematom pada daerah insisi.
Kelahiran sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertical (Sellheim) atau insisi transversal (Kerr). Insisi vertical memberikan ruang lebih luas untuk melahirkan bayi, tetapi saat ini jrang dilakukan karena lebih memungkinkan untuk terjadinya komplikasi. Insisi transversal lebih popular kerena lebih mudah dilakukan, kehilangan darah relative lebih sedikit, dan infeksi pasca operasi lebih kecil, serta kemungkinan untuk rupture pada kehamilan selanjutnya lebih kecil.
Keuntungan, Permasalahan, dan Bahaya Spesifik Insisi Vertikal
Keuntungan Permasalahan Bahaya Spesifik
• Panjang insisi tidak terbatas • Diseksi bladder lebih lebar
• Panjangnya segmen atas rahim
• Segmen atas rahim sulit dijahit • Injury bladder
• Scar pada segmen atas rahim
2.2.2 Berdasarkan Indikasi pada Pasien
• Kelahiran Caesaria Terjadwal
Seksio sesaria ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan pembedahan itu. Wanita yang mengalami kelahiran sesaria terjadwal atau terencana yaitu jika persalinan dikontraindikasikan, sedangkan kelahiran harus dilakukan, tetapi persalinan tidak dapat diinduksi atau bila ada statu keputusan yang dibuat antara petugas kesehatan dan wanita yang akan melahirkan.
Keuntungan dari kelahiran seksio sesaria terjadwal ialah waktu pembedahan dapat ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan bahwa segala persiapan dapat dilakukan dengan baik. Kerugiannya adalah oleh karena persalinan belum dimulai, segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan, dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai dengan kontraksinya. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa umumnya keuntungan lebih besar daripada kerugian.
• Kelahiran Caesaria Darurat
Wanita yang mengalami kelahiran sesaria darurat atau tidak terencana akan mengalami duka karena perubahan mendadak yang terjadi pada harapan mereka terhadap kelahiran, perawatan estela melahirkan, dan perawatan bayi. Hal ini bisa menjadi pengalaman yang sangat traumatik. Wanita tersebut biasanya menghadapi pembedahan dengan letih dan tidak bersemangat bila ternyata persalinan tidak memberikan hasil. Ia akan cemas terhadap kondisinya dan kondisi janinnya. Ia juga dapat mengalami dehidrasi dan memiliki cadangan glikogen yang rendah. Seluruh prosedur praoperasi harus dilakukan dengan cepat dan kompeten.Waktu untuk menjelaskan prosedur harus singkat. Karena kecemasan ibu dan keluarganya sangat tinggi, banyak ibu yang telah diinformasikan secara verbal tidak dapat mengingat atau salah mempersepsikan informasi tersebut. Wanita ini seringkali mengalami keletihan sehingga mereka memerlukan lebih banyak perawatan pendukung.
Ada beberapa indikasi pasti kelahiran sesaria. Dewasa ini sebagian besar kelahiran sesaria dilakukan untuk keuntungan janin. Empat kategori diagnostik merupakan alasan terhadap 75% sampai 90% kelahiran sesaria, yaitu: distosia, sesaria ulang, presentasi bokong, dan gawat janin (Marieskind, 1989). Indikasi-indikasinya antara lain:
janin beresiko tinggi
persalinan lambat atau kegagalan proses persalinan (dystocia)
distress janin
distress maternal
komplikasi (pre-eclampsia, active herpes)
prolaps tali pusat atau ruptur uterus
kelahiran kembar
presentasi janin yang abnormal (presentasi bokong atau posisi transverse)
kegagalan persalinan dengan induksi
kegagalan persalinan dengan alat (dengan forceps atau ventouse)
ukuran bayi terlalu besar (macrosomia)
masalah pada placenta (placenta praevia, abruptio placenta atau placenta accreta)
abnormalitas pada tali pusat (vasa praevia)
pinggul yang sempit
infeksi yang menular secara seksual seperti herpes genital (yang bisa ditularkan pada bayi jika bayi dilahirkan melalui vagina, tapi biasanya dapat diterapi dan tidak memerlukan bedah caesar)
bedah caesar sebelumnya (meskipun hal ini masih menjadi kontroversi bagi sebagian orang)
adanya masalah dalam pemulihan perineum (akibat persalinan sebelumnya atau Chron’s disease)
Bagaimanapun, penyedia yankes lain dapat berbeda pendapat kapan bedah caesar diperlukan. Atas dasar agama, alasan pribadi atau alasan lain, seorang ibu dapat menolak untuk dilakukan bedah caesar. Di Inggris contohnya, hukum menyatakan bahwa wanita dalam proses persalinan mempunyai hak mutlak untuk menolak terapi medis dalam bentuk apapun termasuk bedah caesar ”dengan alasan apapun”, bahkan jika keputusan tersebut dapat membahayakan nyawanya dan bayinya, sementara di negara lain berlaku aturan yang berbeda.
2.3 Indikasi Pelaksanaan Sectio Caesar
Sectio Caesaria biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah :
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)
1. Faktor Ibu
• Disproporsi kepala panggul/CPD//FPD
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12>6 minggu solusio plasenta, dan emboli air ketuban. Retensio plasenta atau plasenta rest, gangguan pelepasan plasenta menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta
• Disfungsi uterus
• Distosia jaringan lunak
• Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.
• Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh
Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi. Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.Terdapat retensio.
• Trauma tindakan operasi persalinan
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut:
- Perluasan luka episiotomi
- Perlukaan pada vagian
- Perlukaan pada serviks
- Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
- Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
- Terjadi fistula dan ingkontinensia
2. Faktor Janin
• Janin besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
• Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.
• Letak lintang
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak janin.
• Letak Sungsang
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.
• Bayi Abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
3. Faktor Jalan Lahir
• Plasenta Previa
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal ini menyebabkan janin kekurangan O2 dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
• Solusio Placenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.
• Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
• Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
• Kelainan tali pusat.
a. Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
b. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.
c. Bayi kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan.
Bagi bayi yang sungsang akibat dipicu adanya tumor atau placenta previa, maka operasi cesar adalah keharusan. Sebab tak ada penanganan yang bisa dilakukan, selain dengan melakukan operasi untuk mengetahui posisi bayi yang dikandung mengalami sungsang atau tidak, sebaiknya jangan hanya berdasarkan hasil USG. “Saat kontrol, sebaiknya ibu aktif bertanya perihal letak janin di dalam kandungan. Begitu juga dengan umur kehamilan, perkiraan berat janin, letak plasenta serta volume air ketuban.
Operasi cesar dapat menurunkan risiko yang dialami janin saat lahir. Bayi yang lahir secara normal dalam kondisi sungsang, memiliki risiko komplikasi yang cukup besar dibanding bayi yang letaknya normal. Karena itu dokter umumnya cenderung memilih proses persalinan bedah cesar.
Beberapa literatur menyebutkan, dokter yang membantu persalinan normal bayi sungsang harus berpacu dengan waktu. Sebab, jeda waktu antara keluarnya tali pusat dengan kepala bayi hanya sekitar tiga atau delapan menit saja untuk menghindari risiko tingginya kematian janin. Selang waktu antara ketuban pecah dengan persalinan pun tak boleh lebih dari delapan jam, ini untuk menghindari terjadinya kemacetan dan kepala bayi yang tengadah (Hyperekstersi) yang menyebabkan bayi tak dapat lahir atau after coming head dystocia.
2.4 Kontraindikasi Bedah Caesar
Pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat, sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (monster).
2.5 Faktor Resiko Bedah Caesar
2.5.1 Resiko Maternal
Studi yang dipublikasikan 13 Februari 2007 oleh Canadian Medical Association Journal menemukan bahwa wanita dengan caesar terencana mempunyai rata-rata morbiditas yang parah sebesar 27,3 per 1000 persalinan dibandingkan dengan persalinan pervaginam yang sebesar 9 per 1000 persalinan. Kelompok dengan caesar terencana lebih beresiko tinggi terhadap gagal jantung, hematoma, hysterectomy, infeksi puerperal mayor, komplikasi akibat anestesi, tromboemboli vena, dan perdarahan yang membutuhkan hysterectomy. Studi yang dipublikasikan pada Februari 2007 dalam Obstetric and Gynecology Journal menunjukkan bahwa wanita dengan bedah caesar lebih memungkinkan untuk bermasalah pada persalinan setelahnya. Resiko maternal ini meliputi:
• Infeksi: infeksi dapat terjadi pada lokasi insisi, dalam uterus, pada organ lain dalam pelvis seperti kandung kemih.
• Perdarahan: ibu kehilangan lebih banyak darah pada bedah caesar daripada pad persalinan pervaginam. Hal ini dapat mengarah pada anemia atau tranfusi darah.
• Luka pada organ: adanya kemungkinan luka pada organ seperti bowel atau kandung kemih.
• Adhesions: jaringan parut dapat terbentuk dalam area pelvis dan menyebabkan blokade dan nyeri. Hal ini juga dapat mengarah ke komplikasi pada kehamilan selanjutnya seperti placenta previa atau abruptio placenta.
• Waktu pemulihan yang lebih lama: waktu pemulihan pasca bedah caesar dapat mencapai beberapa minggu hingga beberapa bulan, hingga berdampak pada bonding time ibu dengan bayi.
• Reaksi terhadap obat: dapat terjadi reaksi negatif pada anestesi yang diberikan selama bedah caesar atau reaksi pada obat antinyeri yang diberikan pascaprosedur.
• Resiko pembedahan tambahan: seperti hysterectomy, kandung kemih, atau bedah caesar selanjutnya.
• Maternal mortalitas: pada bedah caesar, angka ini lebih besar dibandingkan pada persalinan pervaginam.
• Reaksi emotional: wanita yang melahirkan secara caesar dilaporkan merasa pengalaman melahirkan yang negatif dan mungkin mengalami kendala bonding dengan bayinya.
2.5.2 Resiko Fetal
Bedah caesar berpengaruh terhadap peningkatan angka kelahiran bayi pada usia kehamilan antara 34-36 minggu usia kehamilan (late preterm). Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan itu sudah bisa dianggap sehat, tapi bayi lebih beresiko mempunyai masalah kesehatan daripada bayi yang dilahirkan beberapa minggu sesudahnya (full term).
Paru-paru dan otak bayi matur pada akhir kehamilan. Dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan full term, kelahiran bayi late preterm beresiko mengalami masalah antara lain:
• Pemberian makan
• Pengaturan temperatur tubuh
• Jaundice
• Anestesi. Beberapa bayi dapat terpengaruh oleh anestesi yang diberikan kepada ibu selama proses operasi. Obat ini dapat mematirasakan ibu tapi juga dapat membuat bayi tidak aktif.
• Masalah pernafasan. Walaupun bayi lahir full term, bayi yang lahir melalui bedah caesar lebih beresiko daripada bayi yang lahir pervaginam. jika dilahirkan secara caesar, bayi lebih cenderung mempunyai masalah pernafasan dan kendala respiratorik. Beberapa studi menyebutkan peningkatan kebutuhan bantuan pada pernafasan dan perawatan segera dibandingkan pada bayi yang dilahirkan pervaginam.
• Kelahiran prematur: jika usia kehamilan tidak dihitung dengan tepat, bayi yang dilahirkan melalui bedah caesar bisa saja masih prematur dan mempunyai BB baru lahir yang rendah.
• Nilai APGAR rendah: hal ini bisa diakibatkan oleh anestesi, fetal distress sebelum persalinan atau kurangnya stimulasi selama persalinan (persalinan pervaginam memberikan stimulasi alami ketika bayi berada dalam jalan lahir). 50% bayi yang lahir melalui bedah caesar cenderung mempunyai nilai APGAR yang lebih rendah daripada bayi yang lahir pervaginam.
• Fetal injury: sangat jarang terjadi, bayi dapat terluka selama insisi dibuat.
2.6 Dampak Bedah Caesar
Tanpa indikasi medis, ibu sudah seharusnya menjalani persalinan normal. Namun agaknya, masih banyak kesalahkaprahan dalam memandang persalinan sesar. Akibatnya, bersalin sesar atau normal sama-sama dijadikan pilihan seperti halnya menu makanan. Memang benar, kalau ibu dan ayah mendesak si jabang bayi dilahirkan di tanggal pesanan.
Proses melahirkan melalui caesar memiliki beberapa dampak baik pada ibu maupun pada bayi, Adapun dampak proses melahirkan melalui caesar yang akan di alami ibu yaitu:
1. Sakit Di Tulang Belakang
Banyak ibu setelah sesar mengeluh sakit di bagian tulang belakang (tempat dilakukan suntik anastesi sebelum operasi). Keluhan ini umumnya terasa saat membungkukkan badan, mengambil sesuatu di lantai, atau mengangkat beban yang lumayan berat. Sumber rasa nyeri berada tepat pada bekas tusukan jarum suntik saat dilakukan bius lokal.
Akibatnya, sehabis melahirkan sesar, ibu tidak disarankan melakukan gerakan yang terlalu mendadak dan drastis serta harus menghindari mengangkat beban berat. Umumnya jika keluhan ini berlarut-larut atau intensitas sakitnya meningkat, ibu disarankan untuk berkonsultasi pada dokter. Kalau perlu, akan dilakukan pemeriksaan penunjang, misalnya rontgen tulang belakang. Pada ibu yang melahirkan normal, kondisi ini tidak terjadi. Empat puluh hari bahkan enam jam setelah bersalin, ibu bisa langsung beraktivitas normal.
2. Nyeri Di Bekas Sayatan
Pascaoperasi, saat efek anestesi hilang, nyeri di bekas sayatan bedah akan terasa.
Ibu melahirkan normal, setelah istirahat enam jam, paling-paling akan merasa letih atau pegal-pegal. Rasa letih ini lekas hilang jika ibu banyak bergerak.
3. Rasa Kebal Di Bekas Sayatan
Keluhan lain sehabis operasi sesar adalah rasa kebal di bagian atas bekas sayatan operasi. Ini wajar karena saraf di daerah tersebut boleh jadi ada yang terputus akibat sayatan saat operasi. Butuh kira-kira 6-12 bulan, sampai serabut saraf tersebut menyambung kembali. Pada persalinan normal, putus saraf di perut dipastikan tidak ada.
4. Nyeri Di Bekas Jahitan
Keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh tengah mengalami luka, dan penyembuhannya tidak bisa sempurna 100%. Apalagi jika luka tersebut tergolong panjang dan dalam. Dalam operasi sesar ada 7 lapisan perut yang harus disayat. Sementara saat proses penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit satu demi satu menggunakan beberapa macam benang jahit. Dalam proses penyembuhan tak bisa dihindari terjadinya pembentukan jaringan parut. Jaringan parut inilah yang dapat menyebabkan nyeri saat melakukan aktivitas tertentu, terlebih aktivitas yang berlebihan atau aktivitas yang memberi penekanan di bagian tersebut.
Pada persalinan normal, walau ada jahitan pada vagina (ini juga tidak pada semua ibu), tapi efeknya tidak akan seperti kondisi ibu disesar. Ibu yang bersalin normal biasanya tidak akan mengeluhkan apa-apa pada jahitan tersebut.
5. Mual Muntah
Rasa mual-muntah yang umumnya timbul akibat sisa-sisa anestesi pada diri ibu.Efek seperti ini, tidak ditemukan pada ibu bersalin normal. Yang ibu rasakan hanyalah perasaan letih, lapar, dan haus.
6. Muncul Keloid Di Bekas Jahitan
Selama masa penyembuhan luka operasi, banyak ibu yang gundah karena perutnya tak lagi mulus. Apalagi jika di bekas jahitan muncul benjolan memanjang yang disebut keloid. Munculnya keloid pada bekas sayatan operasi sesar biasanya disebabkan oleh paparan cairan ketuban yang mengandung faktor pertumbuhan sel, jenis benang jahit yang dipakai, teknik menjahit, serta bakat seseorang dalam reaksi jaringan. Pada ibu yang bersalin normal, mendambakan perut yang tetap mulus seperti saat gadis bukanlah masalah berarti.
7. Gatal Di Bekas Jahitan
Rasa gatal di bekas jahitan sangat mengganggu dan mendorong ibu untuk menggaruknya. Sedihnya, tidak disarankan bagi ibu untuk menggaruk karena dikhawatirkan jahitan akan terbuka dan menimbulkan dampak lebih parah. Rasa gatal bisa timbul akibat adanya infeksi pada daerah luka operasi seperti infeksi jamur atau karena reaksi penyembuhan luka yang berlebihan.
Bila penyebabnya infeksi biasanya akan tampak tanda radang di daerah jahitan (ditandai dengan kulit yang berwarna kemerahan, ada luka, ada cairan yang keluar, terasa panas, dan terasa nyeri bila ditekan). Berbeda bila disebabkan reaksi kulit yang berlebihan; kulit di daerah jahitan menebal dan mengeras serta menonjol dibanding permukaan kulit lainnya. Inilah yang disebut keloid. Ibu bersalin normal tidak merasakan hal ini karena tidak ada luka sayatan di daerah perut.
8. Luka Berpeluang Infeksi
Ibu yang melahirkan secara sesar harus menjaga luka di perutnya agar jangan sampai terkena air dan terinfeksi. Proses penyembuhan luka bekas sesar biasanya berlangsung 10 hari. Bagi ibu yang bersalin normal, perawatan luka kemungkinan dilakukan di bibir vagina yang diepisiotomi (digunting sedikit). Jika tak ada indikasi perlunya eposiotomi, setelah bersalin normal dan kembali bugar, ibu boleh mandi sesuka hati.
9. Minum Antibiotik
Untuk mencegah infeksi pada luka sayatan sesar, pascaoperasi ibu akan diberi antibiotik untuk beberapa hari ke depan. Jadi, sabar-sabar saja untuk tidak putus obat sepanjang dosis yang ditentukan dokter. Ibu bersalin normal, tidak perlu antibiotik. Yang mesti dipenuhi adalah asupan makanan empat sehat lima sempurna, dan minum minimal 8 gelas sehari.
10. Tidak Boleh Segera Hamil
Jarak aman antarkehamilan yang disarankan adalah 2 tahun setelah sesar, meski ini bukan angka mati karena terpulang kembali pada kondisi masing-masing ibu. Idealnya, sehabis menjalani operasi sesar, tunda kehamilan sampai luka operasi dan jahitannya benar-benar sembuh dan kuat. Kehamilan selagi jahitan masih "basah" dan belum kuat dikhawatirkan membuatnya lepas dan selanjutnya membahayakan ibu seiring dengan membesarnya perut. Selain itu, tenggang waktu 2 tahun ini juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada organ-organ reproduksi maupun organ lainnya untuk beristirahat.
Pada ibu yang bersalin normal, jarak setahun tidaklah masalah. Namun, tentu saja jarak kehamilan sedekat ini tidak dianjurkan karena tidak terlalu baik bagi psikis anak yang sangat membutuhkan perhatian penuh sampai ia cukup mandiri dan bisa berbagi.
11. Mobilisasi Terbatas
Dalam waktu 24 jam, mobilisasi ibu pascapersalinan sesar mesti dilakukan secara lebih lama dan lebih bertahap. Tanpa itu, proses penyembuhan luka bisa mengalami gangguan. Ibu yang melahirkan normal, setelah 6 jam beristirahat hanya perlu tahapan singkat mobilisasi. Setelah itu, ibu dapat langsung beraktivitas seperti biasa.
12. Latihan Pernapasan Dan Batuk
Latihan pernapasan dan batuk bagi ibu sesar dimaksudkan untuk membantu mengeluarkan sisa-sisa anestesi. Tujuannya agar paru-paru benar-benar bersih dan terhindar dari risiko pneumonia. Ibu bersalin normal tidak perlu susah-susah melakukan latihan napas dan batuk. Cukup lakukan senam ringan yang akan membantu proses pemulihan.
13. Kemungkinan Sembelit
Sehabis menjalani operasi sesar, biasanya ibu baru bisa buang air besar beberapa hari kemudian. Pada ibu yang bersalin normal, kondisi sembelit umumnya tidak ditemui.
14. Dibatasi 3 Anak
Mereka yang sudah menjalani 3x operasi sesar mau tidak mau harus bersedia disteril. Ini adalah standar medis di Indonesia guna menghindari hal-hal yang sangat membahayakan ibu maupun janinnya. Juga karena memang belum ada RS yang menyediakan teknologi mutakhir untuk melakukan operasi sesar keempat kalinya pada ibu yang sama.
Pada ibu yang melakukan persalinan normal, setelah bersalin anak ketiga, jika masih berencana ingin punya anak keempat dan seterusnya boleh-boleh saja. Dengan catatan ibu mampu lahir dan batin.
15. PANTANGAN-PANTANGAN
Meski tergantung pada jenis anastesi yang digunakan, kemung- kinan besar sehabis disesar ibu tidak boleh langsung minum sampai mendapat izin dari dokter. Ibu sesar juga mesti mengalami pemasangan kateter sebelum operasi dimulai yang dilepas setelah 24 jam. Biasanya setelah kateter dilepas, ibu sulit buang air kecil.
Pada ibu yang melahirkan secara normal, minum dan makan bisa dilakukan kapan saja setelahnya. Selain itu, tidak ada proses pemasangan kateter dan BAK atau BAB bisa dilakukan langsung secara normal.
Setelah operasi ibu yang bersalin sesar juga harus rela badannya ditusuk jarum infus yang tidak akan dirasakan oleh ibu yang bersalin normal.
2.7 VBAC (Vaginam Birth After C-Section)
Persalinan pervaginam pasca bedah Caesar sekarang bukanlah hal yang aneh. Praktisi kesehatan sebelum tahun 1970an seringkali menyatakan jika sudah menjalani bedah Caesar maka kelahiran selanjutnya juga dengan bedah Caesar, tapi banyaknya klien yang mendukung VBAC mengubah pandangan tersebut. Angka VBAC meningkat tajam pada tahun 1980 hingga 1990an, tapi belakangan ini angka ini menurun karena adanya peraturan legal-medis.
Penelitian selama 20 tahun tentang VBAC mendukung keputusan untuk melahirkan pervaginam pascaoperasi besar. Karena konsekuensi bedah Caesar meliputi kemungkinan yang lebih tinggi akan rehospitalisasi pasca persalinan, infertilitas, dan rupture uteri pada persalinan berikutnya, mencegah bedah Caesar pada kelahiran pertama tetaplah menjadi prioritas. Pada wanita dengan riwayat bedah Caesar, beberapa pihak mengklaim bahwa VBAC tetaplah merupakan pilihan yang lebih aman.
Di Amerika Serikat, American College of Obstetrician and Ginecologyst (ACOG) menambahkan beberapa rekomendasi pada penatalaksanaan VBAC sebagai berikut. Karena rupture uteri bias menjadi fatal, VBAC sebaiknya dilakukan di pelayanan kesehatan yang dilengkapi alat-alat yang memadai untuk merespon kegawatdaruratan dan tenaga medis yang kompeten dalam perawatan kegawatdaruratan. Yang harus ditekankan adalah keputusan tersebut haruslah dibuat setelah pengkajian resiko dan keuntungan dari tiap-tiap jenis proses persalinan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar