Kamis, 30 April 2009

Sectio Caesaria

2.1 Definisi Bedah Caesar
Istilah bedah caesar (sectio caesarea) berasal dari perkataan Latin caedere yang artinya memotong. Pengertian ini awalnya dijumpai dalam Roman Law (Lex Regia) dan Emperor's Law (Lex Caesarea) yaitu undang-undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal harus dikeluarkan dari dalam rahim.
Ada beberapa definisi tentang section cesaria. Menurut Rustam Mochtar (1992), Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
Sedangkan menurut Sarwono (1991) Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat. (Harnawatiaj, 2008)
Sectio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Seksio Sesaria adalah kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus. Istilah ini kemungkinan besar berasal dari kata Latin Caedo, yang berarti “memotong”. Baik direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat). Tujuan dasar kelahiran sesaria adalah memelihara kehidupan atau kesehatan ibu dan janinnya. Penggunaan cara sesaria didasarkan pada bukti adanya stres maternal atau fetal. Morbiditas dan mortalitas maternal dan fetal menurun sejak adanya metode pembedahan dan perawatan modern. Namun, kelahiran sesaria ini masih mengancam kesehatan ibu dan bayi. (Bobak, 2004)

2.2 Tipe-Tipe Bedah Caesar
2.2.1 Berdasarkan Teknik Insisi
Ada dua tipe utama operasi sesaria yaitu sesaria klasik dan sesaria segmen bawah. Kelahiran sesaria klasik kini jarana dilakukan, tetapi dapat dilakukan bila diperlukan kelahiran yang cepat dan pada beberapa kasus presentasi bahu dan placenta praevia. Insisi vertical dilakukan kedalam bagian tubuh atas uterus. Prosedur ini terkait dengan jumlah insiden kehilangan darah, infeksi, dan ruptur uterus yang lebih tinggi pada kehamilan selanjutnya daripada kelahiran dengan prosedur sesaria segmen bawah.
Kelahiran sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertikal (Sellheim) atau insisi transversal (Kerr). Insisi vertikal memberiikan ruang yang lebih luas untuk menlahirkan bayi, tetapi saat ini lebih jarang dilakukan karena lebih memungkinkan untuk terjadinya komplikasi. Insisi transversal lebih popular karena lebih mudah dilakukan, kehilangan darah relatif lebih sedikit, dan infeksi pasca operasi lebih kecil, serta kemungkinan ruptur pada kehamilan selanjutnya lebih kecil. Kelahiran per vaginam seksio sesaria dengan insisi klasik dikontraindikasikan.

Keuntungan, Permasalahan Dan Bahaya Spesifik Insisi Melintang
Keuntungan Penyulit Bahaya Spesifik
• Insisi terletak di segmen bawah
• Area insisi lebih sedikit vaskularisasinya dibanding segmen atas
• Segmen bawah lebih mudah dijahit.
• Lebih mudah untuk menutup insisi dengan bladder peritoneum. • Daerah insisi sangat terbatas pada bagian lateralnya
• Posisi menyulitkan untuk dilakukan penutupan. • Injury pembuluh darah pada daerah lateral uterus.
• Hemoragi dan hematom pada daerah insisi.


Kelahiran sesaria segmen bawah dapat dilakukan melalui insisi vertical (Sellheim) atau insisi transversal (Kerr). Insisi vertical memberikan ruang lebih luas untuk melahirkan bayi, tetapi saat ini jrang dilakukan karena lebih memungkinkan untuk terjadinya komplikasi. Insisi transversal lebih popular kerena lebih mudah dilakukan, kehilangan darah relative lebih sedikit, dan infeksi pasca operasi lebih kecil, serta kemungkinan untuk rupture pada kehamilan selanjutnya lebih kecil.

Keuntungan, Permasalahan, dan Bahaya Spesifik Insisi Vertikal
Keuntungan Permasalahan Bahaya Spesifik
• Panjang insisi tidak terbatas • Diseksi bladder lebih lebar
• Panjangnya segmen atas rahim
• Segmen atas rahim sulit dijahit • Injury bladder
• Scar pada segmen atas rahim

2.2.2 Berdasarkan Indikasi pada Pasien
• Kelahiran Caesaria Terjadwal
Seksio sesaria ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan pembedahan itu. Wanita yang mengalami kelahiran sesaria terjadwal atau terencana yaitu jika persalinan dikontraindikasikan, sedangkan kelahiran harus dilakukan, tetapi persalinan tidak dapat diinduksi atau bila ada statu keputusan yang dibuat antara petugas kesehatan dan wanita yang akan melahirkan.
Keuntungan dari kelahiran seksio sesaria terjadwal ialah waktu pembedahan dapat ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan bahwa segala persiapan dapat dilakukan dengan baik. Kerugiannya adalah oleh karena persalinan belum dimulai, segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan, dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai dengan kontraksinya. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa umumnya keuntungan lebih besar daripada kerugian.

• Kelahiran Caesaria Darurat
Wanita yang mengalami kelahiran sesaria darurat atau tidak terencana akan mengalami duka karena perubahan mendadak yang terjadi pada harapan mereka terhadap kelahiran, perawatan estela melahirkan, dan perawatan bayi. Hal ini bisa menjadi pengalaman yang sangat traumatik. Wanita tersebut biasanya menghadapi pembedahan dengan letih dan tidak bersemangat bila ternyata persalinan tidak memberikan hasil. Ia akan cemas terhadap kondisinya dan kondisi janinnya. Ia juga dapat mengalami dehidrasi dan memiliki cadangan glikogen yang rendah. Seluruh prosedur praoperasi harus dilakukan dengan cepat dan kompeten.Waktu untuk menjelaskan prosedur harus singkat. Karena kecemasan ibu dan keluarganya sangat tinggi, banyak ibu yang telah diinformasikan secara verbal tidak dapat mengingat atau salah mempersepsikan informasi tersebut. Wanita ini seringkali mengalami keletihan sehingga mereka memerlukan lebih banyak perawatan pendukung.
Ada beberapa indikasi pasti kelahiran sesaria. Dewasa ini sebagian besar kelahiran sesaria dilakukan untuk keuntungan janin. Empat kategori diagnostik merupakan alasan terhadap 75% sampai 90% kelahiran sesaria, yaitu: distosia, sesaria ulang, presentasi bokong, dan gawat janin (Marieskind, 1989). Indikasi-indikasinya antara lain:
 janin beresiko tinggi
 persalinan lambat atau kegagalan proses persalinan (dystocia)
 distress janin
 distress maternal
 komplikasi (pre-eclampsia, active herpes)
 prolaps tali pusat atau ruptur uterus
 kelahiran kembar
 presentasi janin yang abnormal (presentasi bokong atau posisi transverse)
 kegagalan persalinan dengan induksi
 kegagalan persalinan dengan alat (dengan forceps atau ventouse)
 ukuran bayi terlalu besar (macrosomia)
 masalah pada placenta (placenta praevia, abruptio placenta atau placenta accreta)
 abnormalitas pada tali pusat (vasa praevia)
 pinggul yang sempit
 infeksi yang menular secara seksual seperti herpes genital (yang bisa ditularkan pada bayi jika bayi dilahirkan melalui vagina, tapi biasanya dapat diterapi dan tidak memerlukan bedah caesar)
 bedah caesar sebelumnya (meskipun hal ini masih menjadi kontroversi bagi sebagian orang)
 adanya masalah dalam pemulihan perineum (akibat persalinan sebelumnya atau Chron’s disease)

Bagaimanapun, penyedia yankes lain dapat berbeda pendapat kapan bedah caesar diperlukan. Atas dasar agama, alasan pribadi atau alasan lain, seorang ibu dapat menolak untuk dilakukan bedah caesar. Di Inggris contohnya, hukum menyatakan bahwa wanita dalam proses persalinan mempunyai hak mutlak untuk menolak terapi medis dalam bentuk apapun termasuk bedah caesar ”dengan alasan apapun”, bahkan jika keputusan tersebut dapat membahayakan nyawanya dan bayinya, sementara di negara lain berlaku aturan yang berbeda.

2.3 Indikasi Pelaksanaan Sectio Caesar
Sectio Caesaria biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah :
1. Jalan lahir (passage)
2. Janin (passanger)
3. Kekuatan yang ada pada ibu (power)
1. Faktor Ibu
• Disproporsi kepala panggul/CPD//FPD
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12>6 minggu solusio plasenta, dan emboli air ketuban. Retensio plasenta atau plasenta rest, gangguan pelepasan plasenta menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta
• Disfungsi uterus
• Distosia jaringan lunak
• Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.
• Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh
Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi. Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.Terdapat retensio.
• Trauma tindakan operasi persalinan
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut:
- Perluasan luka episiotomi
- Perlukaan pada vagian
- Perlukaan pada serviks
- Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
- Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
- Terjadi fistula dan ingkontinensia
2. Faktor Janin
• Janin besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
• Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.
• Letak lintang
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak janin.
• Letak Sungsang
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.
• Bayi Abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
3. Faktor Jalan Lahir
• Plasenta Previa
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal ini menyebabkan janin kekurangan O2 dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
• Solusio Placenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.
• Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
• Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
• Kelainan tali pusat.
a. Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
b. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.
c. Bayi kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan.
Bagi bayi yang sungsang akibat dipicu adanya tumor atau placenta previa, maka operasi cesar adalah keharusan. Sebab tak ada penanganan yang bisa dilakukan, selain dengan melakukan operasi untuk mengetahui posisi bayi yang dikandung mengalami sungsang atau tidak, sebaiknya jangan hanya berdasarkan hasil USG. “Saat kontrol, sebaiknya ibu aktif bertanya perihal letak janin di dalam kandungan. Begitu juga dengan umur kehamilan, perkiraan berat janin, letak plasenta serta volume air ketuban.
Operasi cesar dapat menurunkan risiko yang dialami janin saat lahir. Bayi yang lahir secara normal dalam kondisi sungsang, memiliki risiko komplikasi yang cukup besar dibanding bayi yang letaknya normal. Karena itu dokter umumnya cenderung memilih proses persalinan bedah cesar.
Beberapa literatur menyebutkan, dokter yang membantu persalinan normal bayi sungsang harus berpacu dengan waktu. Sebab, jeda waktu antara keluarnya tali pusat dengan kepala bayi hanya sekitar tiga atau delapan menit saja untuk menghindari risiko tingginya kematian janin. Selang waktu antara ketuban pecah dengan persalinan pun tak boleh lebih dari delapan jam, ini untuk menghindari terjadinya kemacetan dan kepala bayi yang tengadah (Hyperekstersi) yang menyebabkan bayi tak dapat lahir atau after coming head dystocia.

2.4 Kontraindikasi Bedah Caesar
Pada umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat, sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (monster).


2.5 Faktor Resiko Bedah Caesar
2.5.1 Resiko Maternal
Studi yang dipublikasikan 13 Februari 2007 oleh Canadian Medical Association Journal menemukan bahwa wanita dengan caesar terencana mempunyai rata-rata morbiditas yang parah sebesar 27,3 per 1000 persalinan dibandingkan dengan persalinan pervaginam yang sebesar 9 per 1000 persalinan. Kelompok dengan caesar terencana lebih beresiko tinggi terhadap gagal jantung, hematoma, hysterectomy, infeksi puerperal mayor, komplikasi akibat anestesi, tromboemboli vena, dan perdarahan yang membutuhkan hysterectomy. Studi yang dipublikasikan pada Februari 2007 dalam Obstetric and Gynecology Journal menunjukkan bahwa wanita dengan bedah caesar lebih memungkinkan untuk bermasalah pada persalinan setelahnya. Resiko maternal ini meliputi:
• Infeksi: infeksi dapat terjadi pada lokasi insisi, dalam uterus, pada organ lain dalam pelvis seperti kandung kemih.
• Perdarahan: ibu kehilangan lebih banyak darah pada bedah caesar daripada pad persalinan pervaginam. Hal ini dapat mengarah pada anemia atau tranfusi darah.
• Luka pada organ: adanya kemungkinan luka pada organ seperti bowel atau kandung kemih.
• Adhesions: jaringan parut dapat terbentuk dalam area pelvis dan menyebabkan blokade dan nyeri. Hal ini juga dapat mengarah ke komplikasi pada kehamilan selanjutnya seperti placenta previa atau abruptio placenta.
• Waktu pemulihan yang lebih lama: waktu pemulihan pasca bedah caesar dapat mencapai beberapa minggu hingga beberapa bulan, hingga berdampak pada bonding time ibu dengan bayi.
• Reaksi terhadap obat: dapat terjadi reaksi negatif pada anestesi yang diberikan selama bedah caesar atau reaksi pada obat antinyeri yang diberikan pascaprosedur.
• Resiko pembedahan tambahan: seperti hysterectomy, kandung kemih, atau bedah caesar selanjutnya.
• Maternal mortalitas: pada bedah caesar, angka ini lebih besar dibandingkan pada persalinan pervaginam.
• Reaksi emotional: wanita yang melahirkan secara caesar dilaporkan merasa pengalaman melahirkan yang negatif dan mungkin mengalami kendala bonding dengan bayinya.

2.5.2 Resiko Fetal
Bedah caesar berpengaruh terhadap peningkatan angka kelahiran bayi pada usia kehamilan antara 34-36 minggu usia kehamilan (late preterm). Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan itu sudah bisa dianggap sehat, tapi bayi lebih beresiko mempunyai masalah kesehatan daripada bayi yang dilahirkan beberapa minggu sesudahnya (full term).
Paru-paru dan otak bayi matur pada akhir kehamilan. Dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan full term, kelahiran bayi late preterm beresiko mengalami masalah antara lain:
• Pemberian makan
• Pengaturan temperatur tubuh
• Jaundice
• Anestesi. Beberapa bayi dapat terpengaruh oleh anestesi yang diberikan kepada ibu selama proses operasi. Obat ini dapat mematirasakan ibu tapi juga dapat membuat bayi tidak aktif.
• Masalah pernafasan. Walaupun bayi lahir full term, bayi yang lahir melalui bedah caesar lebih beresiko daripada bayi yang lahir pervaginam. jika dilahirkan secara caesar, bayi lebih cenderung mempunyai masalah pernafasan dan kendala respiratorik. Beberapa studi menyebutkan peningkatan kebutuhan bantuan pada pernafasan dan perawatan segera dibandingkan pada bayi yang dilahirkan pervaginam.
• Kelahiran prematur: jika usia kehamilan tidak dihitung dengan tepat, bayi yang dilahirkan melalui bedah caesar bisa saja masih prematur dan mempunyai BB baru lahir yang rendah.
• Nilai APGAR rendah: hal ini bisa diakibatkan oleh anestesi, fetal distress sebelum persalinan atau kurangnya stimulasi selama persalinan (persalinan pervaginam memberikan stimulasi alami ketika bayi berada dalam jalan lahir). 50% bayi yang lahir melalui bedah caesar cenderung mempunyai nilai APGAR yang lebih rendah daripada bayi yang lahir pervaginam.
• Fetal injury: sangat jarang terjadi, bayi dapat terluka selama insisi dibuat.

2.6 Dampak Bedah Caesar
Tanpa indikasi medis, ibu sudah seharusnya menjalani persalinan normal. Namun agaknya, masih banyak kesalahkaprahan dalam memandang persalinan sesar. Akibatnya, bersalin sesar atau normal sama-sama dijadikan pilihan seperti halnya menu makanan. Memang benar, kalau ibu dan ayah mendesak si jabang bayi dilahirkan di tanggal pesanan.
Proses melahirkan melalui caesar memiliki beberapa dampak baik pada ibu maupun pada bayi, Adapun dampak proses melahirkan melalui caesar yang akan di alami ibu yaitu:
1. Sakit Di Tulang Belakang
Banyak ibu setelah sesar mengeluh sakit di bagian tulang belakang (tempat dilakukan suntik anastesi sebelum operasi). Keluhan ini umumnya terasa saat membungkukkan badan, mengambil sesuatu di lantai, atau mengangkat beban yang lumayan berat. Sumber rasa nyeri berada tepat pada bekas tusukan jarum suntik saat dilakukan bius lokal.
Akibatnya, sehabis melahirkan sesar, ibu tidak disarankan melakukan gerakan yang terlalu mendadak dan drastis serta harus menghindari mengangkat beban berat. Umumnya jika keluhan ini berlarut-larut atau intensitas sakitnya meningkat, ibu disarankan untuk berkonsultasi pada dokter. Kalau perlu, akan dilakukan pemeriksaan penunjang, misalnya rontgen tulang belakang. Pada ibu yang melahirkan normal, kondisi ini tidak terjadi. Empat puluh hari bahkan enam jam setelah bersalin, ibu bisa langsung beraktivitas normal.
2. Nyeri Di Bekas Sayatan
Pascaoperasi, saat efek anestesi hilang, nyeri di bekas sayatan bedah akan terasa.
Ibu melahirkan normal, setelah istirahat enam jam, paling-paling akan merasa letih atau pegal-pegal. Rasa letih ini lekas hilang jika ibu banyak bergerak.
3. Rasa Kebal Di Bekas Sayatan
Keluhan lain sehabis operasi sesar adalah rasa kebal di bagian atas bekas sayatan operasi. Ini wajar karena saraf di daerah tersebut boleh jadi ada yang terputus akibat sayatan saat operasi. Butuh kira-kira 6-12 bulan, sampai serabut saraf tersebut menyambung kembali. Pada persalinan normal, putus saraf di perut dipastikan tidak ada.
4. Nyeri Di Bekas Jahitan
Keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh tengah mengalami luka, dan penyembuhannya tidak bisa sempurna 100%. Apalagi jika luka tersebut tergolong panjang dan dalam. Dalam operasi sesar ada 7 lapisan perut yang harus disayat. Sementara saat proses penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit satu demi satu menggunakan beberapa macam benang jahit. Dalam proses penyembuhan tak bisa dihindari terjadinya pembentukan jaringan parut. Jaringan parut inilah yang dapat menyebabkan nyeri saat melakukan aktivitas tertentu, terlebih aktivitas yang berlebihan atau aktivitas yang memberi penekanan di bagian tersebut.
Pada persalinan normal, walau ada jahitan pada vagina (ini juga tidak pada semua ibu), tapi efeknya tidak akan seperti kondisi ibu disesar. Ibu yang bersalin normal biasanya tidak akan mengeluhkan apa-apa pada jahitan tersebut.
5. Mual Muntah
Rasa mual-muntah yang umumnya timbul akibat sisa-sisa anestesi pada diri ibu.Efek seperti ini, tidak ditemukan pada ibu bersalin normal. Yang ibu rasakan hanyalah perasaan letih, lapar, dan haus.
6. Muncul Keloid Di Bekas Jahitan
Selama masa penyembuhan luka operasi, banyak ibu yang gundah karena perutnya tak lagi mulus. Apalagi jika di bekas jahitan muncul benjolan memanjang yang disebut keloid. Munculnya keloid pada bekas sayatan operasi sesar biasanya disebabkan oleh paparan cairan ketuban yang mengandung faktor pertumbuhan sel, jenis benang jahit yang dipakai, teknik menjahit, serta bakat seseorang dalam reaksi jaringan. Pada ibu yang bersalin normal, mendambakan perut yang tetap mulus seperti saat gadis bukanlah masalah berarti.
7. Gatal Di Bekas Jahitan
Rasa gatal di bekas jahitan sangat mengganggu dan mendorong ibu untuk menggaruknya. Sedihnya, tidak disarankan bagi ibu untuk menggaruk karena dikhawatirkan jahitan akan terbuka dan menimbulkan dampak lebih parah. Rasa gatal bisa timbul akibat adanya infeksi pada daerah luka operasi seperti infeksi jamur atau karena reaksi penyembuhan luka yang berlebihan.
Bila penyebabnya infeksi biasanya akan tampak tanda radang di daerah jahitan (ditandai dengan kulit yang berwarna kemerahan, ada luka, ada cairan yang keluar, terasa panas, dan terasa nyeri bila ditekan). Berbeda bila disebabkan reaksi kulit yang berlebihan; kulit di daerah jahitan menebal dan mengeras serta menonjol dibanding permukaan kulit lainnya. Inilah yang disebut keloid. Ibu bersalin normal tidak merasakan hal ini karena tidak ada luka sayatan di daerah perut.
8. Luka Berpeluang Infeksi
Ibu yang melahirkan secara sesar harus menjaga luka di perutnya agar jangan sampai terkena air dan terinfeksi. Proses penyembuhan luka bekas sesar biasanya berlangsung 10 hari. Bagi ibu yang bersalin normal, perawatan luka kemungkinan dilakukan di bibir vagina yang diepisiotomi (digunting sedikit). Jika tak ada indikasi perlunya eposiotomi, setelah bersalin normal dan kembali bugar, ibu boleh mandi sesuka hati.
9. Minum Antibiotik
Untuk mencegah infeksi pada luka sayatan sesar, pascaoperasi ibu akan diberi antibiotik untuk beberapa hari ke depan. Jadi, sabar-sabar saja untuk tidak putus obat sepanjang dosis yang ditentukan dokter. Ibu bersalin normal, tidak perlu antibiotik. Yang mesti dipenuhi adalah asupan makanan empat sehat lima sempurna, dan minum minimal 8 gelas sehari.
10. Tidak Boleh Segera Hamil
Jarak aman antarkehamilan yang disarankan adalah 2 tahun setelah sesar, meski ini bukan angka mati karena terpulang kembali pada kondisi masing-masing ibu. Idealnya, sehabis menjalani operasi sesar, tunda kehamilan sampai luka operasi dan jahitannya benar-benar sembuh dan kuat. Kehamilan selagi jahitan masih "basah" dan belum kuat dikhawatirkan membuatnya lepas dan selanjutnya membahayakan ibu seiring dengan membesarnya perut. Selain itu, tenggang waktu 2 tahun ini juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada organ-organ reproduksi maupun organ lainnya untuk beristirahat.
Pada ibu yang bersalin normal, jarak setahun tidaklah masalah. Namun, tentu saja jarak kehamilan sedekat ini tidak dianjurkan karena tidak terlalu baik bagi psikis anak yang sangat membutuhkan perhatian penuh sampai ia cukup mandiri dan bisa berbagi.
11. Mobilisasi Terbatas
Dalam waktu 24 jam, mobilisasi ibu pascapersalinan sesar mesti dilakukan secara lebih lama dan lebih bertahap. Tanpa itu, proses penyembuhan luka bisa mengalami gangguan. Ibu yang melahirkan normal, setelah 6 jam beristirahat hanya perlu tahapan singkat mobilisasi. Setelah itu, ibu dapat langsung beraktivitas seperti biasa.
12. Latihan Pernapasan Dan Batuk
Latihan pernapasan dan batuk bagi ibu sesar dimaksudkan untuk membantu mengeluarkan sisa-sisa anestesi. Tujuannya agar paru-paru benar-benar bersih dan terhindar dari risiko pneumonia. Ibu bersalin normal tidak perlu susah-susah melakukan latihan napas dan batuk. Cukup lakukan senam ringan yang akan membantu proses pemulihan.
13. Kemungkinan Sembelit
Sehabis menjalani operasi sesar, biasanya ibu baru bisa buang air besar beberapa hari kemudian. Pada ibu yang bersalin normal, kondisi sembelit umumnya tidak ditemui.
14. Dibatasi 3 Anak
Mereka yang sudah menjalani 3x operasi sesar mau tidak mau harus bersedia disteril. Ini adalah standar medis di Indonesia guna menghindari hal-hal yang sangat membahayakan ibu maupun janinnya. Juga karena memang belum ada RS yang menyediakan teknologi mutakhir untuk melakukan operasi sesar keempat kalinya pada ibu yang sama.
Pada ibu yang melakukan persalinan normal, setelah bersalin anak ketiga, jika masih berencana ingin punya anak keempat dan seterusnya boleh-boleh saja. Dengan catatan ibu mampu lahir dan batin.
15. PANTANGAN-PANTANGAN
Meski tergantung pada jenis anastesi yang digunakan, kemung- kinan besar sehabis disesar ibu tidak boleh langsung minum sampai mendapat izin dari dokter. Ibu sesar juga mesti mengalami pemasangan kateter sebelum operasi dimulai yang dilepas setelah 24 jam. Biasanya setelah kateter dilepas, ibu sulit buang air kecil.
Pada ibu yang melahirkan secara normal, minum dan makan bisa dilakukan kapan saja setelahnya. Selain itu, tidak ada proses pemasangan kateter dan BAK atau BAB bisa dilakukan langsung secara normal.
Setelah operasi ibu yang bersalin sesar juga harus rela badannya ditusuk jarum infus yang tidak akan dirasakan oleh ibu yang bersalin normal.

2.7 VBAC (Vaginam Birth After C-Section)
Persalinan pervaginam pasca bedah Caesar sekarang bukanlah hal yang aneh. Praktisi kesehatan sebelum tahun 1970an seringkali menyatakan jika sudah menjalani bedah Caesar maka kelahiran selanjutnya juga dengan bedah Caesar, tapi banyaknya klien yang mendukung VBAC mengubah pandangan tersebut. Angka VBAC meningkat tajam pada tahun 1980 hingga 1990an, tapi belakangan ini angka ini menurun karena adanya peraturan legal-medis.
Penelitian selama 20 tahun tentang VBAC mendukung keputusan untuk melahirkan pervaginam pascaoperasi besar. Karena konsekuensi bedah Caesar meliputi kemungkinan yang lebih tinggi akan rehospitalisasi pasca persalinan, infertilitas, dan rupture uteri pada persalinan berikutnya, mencegah bedah Caesar pada kelahiran pertama tetaplah menjadi prioritas. Pada wanita dengan riwayat bedah Caesar, beberapa pihak mengklaim bahwa VBAC tetaplah merupakan pilihan yang lebih aman.
Di Amerika Serikat, American College of Obstetrician and Ginecologyst (ACOG) menambahkan beberapa rekomendasi pada penatalaksanaan VBAC sebagai berikut. Karena rupture uteri bias menjadi fatal, VBAC sebaiknya dilakukan di pelayanan kesehatan yang dilengkapi alat-alat yang memadai untuk merespon kegawatdaruratan dan tenaga medis yang kompeten dalam perawatan kegawatdaruratan. Yang harus ditekankan adalah keputusan tersebut haruslah dibuat setelah pengkajian resiko dan keuntungan dari tiap-tiap jenis proses persalinan.

Luka Bakar

1. Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), sengatan listrik, bahan-bahan kimia, sengatan matahari (sunburn) (Moenadjat, 2003).
2. Penilaian Luka Bakar
Luka bakar dinilai berdasarkan “luas” dan “dalamnya”. Luas luka bakar dinilai dengan menggunakan Rule of Nine.
Rule of Nine:

 Telapak tangan 1%
 Kepala dan leher 9%
 Dada 9%
 Perut bagian bawah 9%
 Lengan kanan 9%
 Lengan kiri 9%
 Paha kiri 9%
 Paha kanan 9%
 Punggung 9%
 Bokong 9%
 Tungkai bawah kiri 9%
 Tungkai bawah kanan 9%
 Genitalia 1%

Dalam Luka Bakar:
1. Superfisial
2. Dermal
3. Deep dermal
3. Klasifikasi Luka Bakar
A. Ringan
- Luka bakar derajat I
- Luka bakar derajat II seluas <15%
- Luka bakar derajat III seluas < 2%
B. Sedang
- Luka bakar derajat II seluas 10-15%
- Luka bakar derajat III seluas 5-10 %
C. Berat
- Luka bakar derajat II seluas >20%
- Luka bakar derajat II yang mengenai wajah, tangan, kaki, alat kelamin, atau persendian sekitar ketiak
- Luka bakar derajat III seluas >10%
- Luka bakar akibat sengatan listrik dengan tegangan >1000volt
- Luka bakar dengan komplikasi patah tulang, kerusakan luas jaringan lunak atau gangguan jalan napas.
4. Penanganan Luka Bakar
1) Hentikan Proses Luka Bakar
2) Bilas dengan air bersih/dingin, gulingkan penderita
3) Airway
Trauma Inhalasi biasanya digunakan untuk luka bakar dengan:
- luka bakar pada wajah
- hangusnya alis/bulu hidung/ kumis/rambut depan
- inflamasi akut orofarinks
- sputum kehitam-hitaman
- anamnese terkurung dalam kepungan api/ruangan tertutup
- karcunan CO
4) Breathing
- Awas obstruksi jalan napas  endotracheal intubasi
- Awas keracunan CO  hipoksemia
- Awas trauma thermis langsung
- Beri oksigen, bila perlu pakai ventilator
- Pemeriksaan gas darah dan kadar CO
5) Circulation
- infus (luka bakar >20%)
- monitor tanda vital
- diuresis : dewasa 30-50 cc/jam
anak 1 cc/kgBB/jam
- Resusitasi cairan
6) Survei sekunder
7) Tindakan Penunjang:
a. Diet
Tujuan:
i. Mempercepat penyembuhan
ii. Mencegah terjadinya gangguan metabolic
iii. Mempertahankan status gizi secara optimal selama proses penyembuhan
b. Pemasangan NGT
c. Pemberian obat-obatan
d. Perawatan Luka
i. Perawatan Terbuka
Keuntungan
 Oksigenasi kulit lebih baik
 Bila terjadi infeksi mudah terdeteksi
 Lebih praktis dan efisien
 Rasa takut waktu mengganti perban tidak ada
 Rasa nyeri berkurang
Kerugian
 Tidak cocok bagi pasien yang perlu dibawa ke RS
 Mudah terkontaminasi
 Privasi terganggu atau pasien merasa tidak nyaman
 Tidak cocok untuk luka di kaki dan tangan
 Kurang etis
 Bila ada kerusakan lain, tidak dapat diobati dengan cara terbuka
ii. Perawatan Tertutup
Keuntungan
 Mengurangi kontaminasi
 Pasien merasa lebih nyaman
Kerugian
 Oksigenasi kulit kurang
 Balutan seringkali menbatasi mobilitas pasien
 Waktu membuka balutan sering terjadi perdarahan
 Menimbulkan nyeri
 Biaya perawatan bertambah
 Membutuhkan perawatan lebih lama
5. Resusitasi Cairan
Tujuan:
a. Memperbaiki deficit cairan, elektrolit dan protein
b. Menggantikan kehilangan cairan berlanjut dan mempertahankan keseimbanagan cairan
c. Mencegah pembentukan edema berlebihan
d. Mempertahankan haluaran urin pada orang dewasa (30-70 ml/jam)
e. Mengupayakan sirkulasi yang menjamin kelangsungan perfusi sehingga oksigenasi terpelihara
Regimen Baxter (Parkland)
Prinsip:
 Rumus ini hanya mengandalkan larutan RL
 Syok yang terjadi jenis hipovolemia
 Penurunan efektivitas Hb Karen aperlekatan eritrosit, trombosit, leukosit dan komponen sel lain pada dinding pembuluh darah
 Pemberian koloid tidak efektif karena adanya gangguan permeabilitas dan kebocoran plasma, menyebabkan penarikan ke jaringan interstitial, sulit ditarik ke intravascular, menambah beban kerja jantung, paru dan ginjal, memperbsar risiko inflamasi.
Rumus:
4 ml / kgBB / %LBRL
Cara Pemberian:
Pada hari pertama separuh dari jumlah cairan yang dibutuhkan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam kemudian.

6. Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS)
SIRS merupakan suatu respon klinik yang bersifat sistemik sebagai dampak dari pelepasan mediator inflamasi yang mulanya bersifat fisiologik namun oleh karena adanya pengaruh beberapa faktor respon ini berubah secara berlebihan dan menyebabkan kerusakan organ sistemik.
Gejala SIRS :
1) Hipertermia (>38C), hipotermi (<36C)
2) Takikardi (>90x/menit)
3) Takipnu (>20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (<32 mmHg)
4) Lekositosis (>12000 sel/mm3), lekopeni (<4000 sel/mm3) atau dijumpai >10% netrofil dalam bentuk imatur
Kondisi yang harus diperhatikan:
- fase awal, akut dan syok
ABC, gangguan sistemik
- Fase syok akhir dan sub akut
SIRS, MODs dan sepsis
- Fase lanjut
Parut hipertropik, kontraktur, deformitas
7. Luka Bakar Kimia
Luka bakar kimia dapat merupakan akibat dari kontak dengan asam kuat atau basa kuat. Jenis luka bakar ini tidak perlu diberi apa-apa, hanya perlu dibilas dengan air bersih saja selama 20—30 menit. Proses penyembuhannya tergantung pada lama kontak, jumlah dankonsentrasi bahan kimia yang mengenai.
8. Luka Bakar Listrik
 Kerusakan fascia, otot  fasiotomi
 Awas myoglobinuria  warna urin hitam  gagal ginjal akut
 EKG
 ABCDE
 Myoglobinuria:
Cairan : diuresis 100 cc/jam, bila perlu monitor 25 gr IV
 Metabolik asidosis : Natrium Bikarbonas

9. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas inefektif b.d. obstruksi trakeobronkial
2) Kekuranagn volume cairan b.d. perdarahan, status hipermetabolik
3) Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan primer dan sekunder inadekuat
4) Nyeri b.d. kerusakan jaringan
5) Perubahan perfusi jaringan b.d. hipovolemi, penurunan aliran darah

FIBROSIS KISTIK

1. Masalah Kesehatan
Fibrosis kistik adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan infeksi endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi pankreas dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal. Kelainan ini merupakan kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen dengan gambaran patobiologis yang mencerminkan mutasi pada gen gen regulator transmembran fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane conductance regulator/CFTR).
2. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan kadar enzim pencernaan tripsin darah
Bayi baru lahir yang menderita fibrosis kistik memiliki kadar enzim pencernaan tripsin yang tinggi dalam darahnya.
b. Pemeriksaan keringat iontoforesis pilokarpin
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur jumlah garam di dalam keringat. Obat pilokarpin diberikan untuk merangsang pembentukan keringat di daerah kulit dan sehelai kertas saring ditempatkan di daerah tersebut untuk menyerap keringat. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap jumlah garam dalam keringat. Konsentrasi garam di atas normal akan memperkuat diagnosis pada seseorang yang memiliki gejala dari penyakit ini atau seseorang yang keluarganya terdapat riwayat fibrosis kistik. Pemeriksaan konsentrasi Cl (Khlor) dalam keringat (sweat chloride test) merupakan pemeriksaan standar. Hasil positif kuat jika kadar Cl ≥60 mmol/l. Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan melalui test villi korionik (chronik villous testing) pada usia kehamilan sekitar 10-12 minggu. Pemeriksaan semacam ini hanya dilakukan untuk mendiagnosis fibrosis kistik yang akan diterminasi kehamilannya dan sudah jarang dilakukan karena harapan hidup pasien kini telah meningkat.

c. Pemeriksaan lemak tinja
Jika kadar enzim pankreas berkurang, maka analisa tinja bisa menunjukkan adanya penurunan atau bahkan tidak ditemukan enzim pencernaan tripsin atau kromotripsin atau kadar lemaknya tinggi.
d. Tes fungsi pankreas
Insufisiensi kelenjar pankreas merupakan salah satu indikasi positif fibrosis kistik. Jika pembentukan insulin berkurang, maka kadar glukosa darahnya tinggi.
e. Radiologi dada
Gambaran yang mungkin ditemukan hiperinflasi dengan diafragma mendatar, dinding bronkhus menebal, secara melintang terlihat secara cincin, secara longitudinal terlihat seperti garis paralel.
f. Tes DNA; genotyping
Tes ini dapat mendeteksi kondisi karier dengan keakuratan sampai 95%. Test ini direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan fibrosis kistik.
g. Uji faal paru
Uji faal paru digunakan untuk mengetahui adanya gangguan pernafasan. Pada tes ini khas ditemukan gambaran obstruktif.
h. Analisa semen
Pada analisa semen khas ditemukan azoospermia obstruktif. Hal ini harus dikonfirmasi dengan biopsi testis. Keadaan azospermia itu bukan karena vasektomi.
i. Foto sinus
Pada pemeriksaan ini dapat dijumpai pansinusitis.
j. Bronchoalveolar lavage (BAL), bukti kuat fibrosis kistik bila:
- ditemukan banyak neutrofil dalam cairanlavage, meskipun tidak ditemui bakteri patogen
- ditemukan Pseudomonas aeroginosa
k. Pengukuran beda potensial nasal
Tes ini bila menunjukkan fungsi CFTR yang tidak normal maka lebih dipercaya daripada uji keringat, namun tes ini tidak boleh dilakukan bila ada infeksi akut.



4. Masalah Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Pola napas tidak efektif
d. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
e. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
f. Risiko tinggi infeksi
Pohon Masalah

5. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pemeriksaan fisik anak
Riwayat keluarga dan kesehatan
Observasi adanya manifestasi klinis fibrosis kistik berikut:
Ileus Mekonium (bayi aru lahir)
Distensi abdomen
Muntah
Gagal mengeluarkan feses
Perkembangan dehidrasi yang cepat
Gastrointestinal
Feses besar, banyak, encer, berbusa dan menyengat
Nafsu makan sangat besar (pada awal sakit)
Hilang nafsu makan (sakit lanjut)
Penurunan berat badan
Penyusutan jaringan yang nyata
Gagl tumbuh
Distensi abdomen
Ekstremitas kurus
Kulit mengkilat
Bukti defisiensi vitamin larut lemak (A, D, E, K)
Anemia
Pulmonal

Manifestasi awal:
Pernapasan mengi
Batuk kering dan nonproduktif




Manifestasi lanjutan:
Peningkatan dispnea
Batuk proksisimal
Bukti emfisema obsturktif dan area bercak dari atelektasis


Keterlibatan progresif:
Sangat terinflasi, barel chest
Sianosis
Jari dan ibu jari kaki tabuh
Episode berulang dari bronkitis dan bronkopneumonia
Bantu dengan prosedur diagnostik yang meliputi:
Radiografi dada untuk bukti emfisema obstruktif umum, atelektasis, bronkopneumonia
Konsentrasi klorida keringat (>60 mEq/L)
Pengukuran enzim pankreas dari spesimen feses
Tes absorbsi lemak dari spesimen feses
Tes fungsi pulmonal
Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang kental dan banyak
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial
d. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna nutrien, kehilangan nafsu makan (penyakit tahap lanjut)
e. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan pencernaan nutrien
f. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya mukus sebagai media pertumbuhan organisme
g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasional
h. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan seringnya hospitalisasi, berada di rumah terus, keletihan
i. Antisipasi berduka berhubungan dengan potensial kehilangan anak yang dirasakan
Intervensi Keperawatan
Dx 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang kental dan banyak
- Bantu anak untuk mengekspektorasikan sputum untuk meningkatkan bersihan jalan napas
 Berikan nebulisasi dengan larutan dan alat yang tepat sesuai ketentuan
 Lakukan penghisaan untuk membersihkan sekret
 Lakukan fisioterapi untuk membersihkan sekret
- Observasi anak dengan ketat setelah terapi aerosol dan fisioterapi dada untuk mencegah aspirasi akibat sputum banyak yang tiba-tiba mengencer
- Berikan drainase (rekombinan, deoksiribonuklease manusia) sesuai resep untuk menurunkan viskositas mukus
Dx 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
 Pertahankan jalan napas yang paten
 Posisikan untuk mendapatkan efisiensi ventilator maksimum seperti posisi Fowler tinggi atau duduk, membungkuk ke depan
 Tingkatkan ekspektorasi sekresi mukus
 Pemudahan upaya pernapasan
 Pantau tanda-tanda vital, gas darah arteri, dan oksimetri nadi untuk mendeteksi/mencegah hipoksemia.
 Berikan suplemen oksigen sesuai ketentuan/kebutuhan. Pantau anak dengan ketat karena narkosis karbondioksida akibat oksigen merupakan bahaya dari terapi oksigen pada anak dengan penyakit paru kronis
 Dorong latihan fisik yang sesuai kondisi anak karena hal ini seringkali efektif untuk membersihkan akumulasi sekresi paru dan untuk meningkatkan kpaasitas latihan ketahanan sebelum mengalami dispnea
Dx 3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial
 Beri posisi yang nyaman
 Tingkatkan istirahat
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Anjurkan untuk napas dalam menggunakan spirometri atau permainan yang sesuai dengan perkembangan anak
 Anjurkan anak untuk melakukan aktivitas latihan yang sesuai
 Implementasikan tindakan untuk mengurangi ansietas dan ketakutan
 Atur aktivitas untuk memungkinkan penggunaan energi yang minimal
Hasil yang diharapkan:
1. Anak bernapas dengan mudah dan tanpa dispnea
2. Anak menunjukkan kapasitas ventilasi yang membaik
3. Frekuensi pernapasan reguler dalam batas normal
4. Nilai gas darah/saturasi oksigen dalam batas normal
5. Oksigenasi jaringan adekuat
6. Anak melakukan aktivitas fisik sesuai kondisi dan minat
7. Anak beristirahat dan tidur dengan tenang
8. Pernapasan tetap dalam batas normal

6. Referensi
Anurogo, Dito. 2008. Cystic Fibrosis. Diakses dari http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=CLINICAL+UPDATE+2009%3A+Cystic+Fibrosis&dn=20081209064030 [15 Maret 2009]
L Nicole Murray. Cystic Fibrosis. Diakses dari. http://www.emedicine.com/ent/topic515.htm [15 Maret 2009]
Medicastore. 2009. Fibrosis Kistik. Diakses dari http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=146 [15 Maret 2009]
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta:EGC

Terapi-terapi terkini Autism

1. Definisi
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh.

2. Penyebab
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Beberapa teori yang didasari beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis adalah : Genetik (heriditer), teori kelebihan Opioid, teori Gulten-Casein (celiac), kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin, teori metilation, teori Imunitas, teori Autoimun dan Alergi makanan, teori Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar, teori Infeksi karena virus Vaksinasi, teori Sekretin, teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), teori paparan Aspartame, teori kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan teori orphanin Protein: Orphanin
Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism. Hal ini mungkin berkaitan dengan teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin. Beberapa penelitian anak autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan metabolisme metalotionin.
Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap logam berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan afinitas tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuar dengan terhadam metalotianin dibandingkan logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan bahwa gangguan metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah : defisiensi Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan, defisiensi sistein, malfungsi regulasi element Logam dan kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk netalotianin.
Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Banyak penelitian lainnya yang dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan luas memastikan bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan Autis. Beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena autis disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi.
Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya dibandingkan laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum. Namun penelitian secara khusus pada penyandang autis, memang menunjukkan hubungan tersebut meskipun bukan merupakan sebab akibat.
Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autis terjadi sebelum kelahiran bayi.
Saat ini, para pakar kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian terhadap kelainan autis pada anak. Sehingga penelitian terhadap autism semakin pesat dan berkembang. Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara genetik, neuroimunologi dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autis. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama autis sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.

3. Manifestasi Klinis
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial, perasaan sosial dan gangguan dalam perasaan sensoris.
Empat (4) dari 12 kasus, ibu yang menderita flu pada awal atau pertengahan masa kehamilan, terdapat dua janin yang mengalami kekurangan oksigen pada waktu kelahiran, dan 6 kasus lain penyebabnya tidak diketahui.
Pada banyak kasus, seorang bayi autis tidak akan terlihat gejala apapun mulai dari kelahiran sampai berumur 18 bulan. Mulai dari 18 bulan sampai 36 bulan bayi autis mulai memperlihatkan keterlambatan perkembangannya. Contoh perilakunya sebagai berikut :
• Cepat melupakan kata-kata yang baru dipelajari
• Mengulangi kata-kata yang sama
• Terlihat mudah bosan atau kurang memperhatikan
• Seringkali mengulang perbuatan yang berbahaya
• Tidak membalas sapaan
• Sangat minim melakukan kontak mata
• terkadang suka menyakiti diri sendiri
• Menolak makan dan melempar benda-benda
• Mengalami gangguan tidur
Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal meliputi kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan.Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain ("bahasa planet"). Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. nEkolalia (meniru atau membeo), menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicaranya monoton seperti robot. Bicara tidak digunakan untuk komunikasi dan imik datar.
Gangguan dalam bidang interaksi sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh. Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang lain dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.
Gangguan dalam bermain diantaranya adalah bermain sangat monoton dan aneh misalnya menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mainan mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kelekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, tetapi lebih menyukai benda yang kurang menarik seperti botol, gelang karet, baterai atau benda lainnya Tidak spontan / reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi sulit mengubah rutinitas sehari hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
Gangguan perilaku dilihat dari gejala sering dianggap sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia datang, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari, berlari-lari tak tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti diri sendiri seperti memukul kepala atau membenturkan kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong dengan tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
Gangguan perasaan dan emosi dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum)bila keinginannya tidak didapatkannya, bahkan bisa menjadi agresif dan merusak.. Tidak dapat berbagi perasaan (empati) dengan anak lain.
Gangguan dalam persepsi sensoris meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci rambutnya. Meraskan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan. Tidak menyukai rabaan atau pelukan, Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan.
Menegakkan diagnosis autis memang tidaklah mudah karena membutuhkan kecermatan, pengalaman dan mungkin perlu waktu yang tidak sebentar untuk pengamatan. Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosis langsung autis. Diagnosis Autis hanyalah melalui diagnosis klinis bukan dengan pemeriksaan laboratorium. Gangguan Autism didiagnosis berdasarkan DSM-IV. Banyak tanda dan gejala perilaku seperti autis yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis. Pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut.

4. Terapi Terkini
a. Diet Susu Sapi dan Terigu
Susu sapi mengandung protein kasein sedangkan terigu mengandung protein gluten. Menurut Rudy, tubuh anak-anak autis tidak bisa mencerna kasein dan gluten secara sempurna. Uraian senyawa yang tidak sempurna masuk ke pembuluh darah dan sampai ke otak sebagai morfin. Ini terbukti dengan ditemukannya kandungan morfin yang bercirikan kasein dan gluten pada tes urine anak-anak autisme. Keberadaan morfin jelas mempengaruhi kerja otak dan pusat-pusat saraf sehingga anak berprilaku aneh dan sulit berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini menjadi dugaan penyebab anak autis terlihat morfinis (kadang-kadang bisa berinteraksi dengan lingkungannya tapi hanya sementara). Dengan diet kasein dan gluten dapat meminimalkan gangguan morfin dan merangsang kemampuan anak menerima terapi ABA.
b. Terapi Kartun
Sebuah proyek telah diluncurkan di Inggris untuk membantu sekelompok anak-anak penderita autis lebih memahami emosi atau perasaan manusia. Proyek tersebut menggunakan film kartun yang dinarasikan oleh aktor Stephen Fry untuk membantu mengajarkan anak-anak tersebut mengenai ekspresi wajah. Para penderita autisme sering kesulitan untuk mengenali dan memahami perasaan dan untuk melihat mata lawan bicaranya.
Denis Murphy (6 tahun) adalah salah satu anak yang ikut serta dalam percobaan tersebut. Setelah beberapa waktu, keluarganya mulai melihat terjadinya perubahan dalam diri Denis. Seperti seorang anak autis pada umumnya, ia sangat menyenangi kereta dan mobil. Tetapi, ia kesulitan untuk terhubung dengan emosi manusia.
Hal itu mungkin dikarenakan kendaran memiliki gerakan yang lebih mudah diperkirakan, sedangkan manusia tidak dapat diperkirakan. Seri animasi DVD itu dinamai The Transporters. Berkaitan dengan ketertarikan anak autis terhadap kendaraan, animasi tersebut menggambarkan wajah manusia pada gambar kartun kendaraan.
Proffesor Simon Baron-Cohen adalah direktur dari Pusat Penelitian Autisme (Autism Research Centre) di Universitas Cambridge menganggap bahwa cara ini untuk mengatasi ketakutan anak autis saat melihat wajah orang, sehingga mereka dapat mulai belajar mengenai bagaimana ekspresi bisa muncul. Hal ini juga merupakan cara untuk mempermudah mereka membaca wajah.
Anak diminta untuk menonton selama 15 menit setiap hari sepanjang penelitian yang berlangsung selama 4 minggu. Setiap episode memperkenalkan sebuah emosi baru, seperti kebahagiaan, kemarahan, ketakutan, kebaikan dan kebanggaan. Tayangan itu juga termasuk kuis interaktif yang membantu anak-anak untuk mempelajari emosi.
Bagi orang tua yang anaknya sangat tidak tertarik pada emosi atau tidak dapat mengenalinya dengan baik, sangat menyenangkan untuk melihat mereka mulai memahami sisi kehidupan yang satu itu. Para orang tua menggambarkan hasil penelitian tersebut seperti memfungsikan sebuah tombol di dalam kepala anak-anak mereka .
Profesor Baron-Cohen berkata bahwa di akhir periode penelitian (4 minggu), terjadi perkembangan sebanyak 52% pada kemampuan anak-anak untuk mengenali dan menjelaskan emosi. Mereka telah mencapai tingkatan yang sama sebagaimana anak yang berkembang pada umumnya pada tes pengenalan emosi. Hasil tersebut merupakan pendahuluan, tetapi merupakan hasil yang sangat menggembirakan bahkan dalam jangka waktu yang sangat singkat, anak dengan autisme dapat memandang wajah (lawan bicaranya atau orang lain) dan mulai menyatakan informasi yang sesuai..
Animasi DVD tersebut dibuat dibawah Departemen Kebudayaan, Media dan Olah Raga dan saat ini diberikan kepada sekitar 30.000 keluarga yang memiliki anak penderita autis yang berusia 2-8 tahun. Lebih banyak tes lagi sedang direncanakan, dan masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa hasil penelitian tersebut memiliki keuntungan jangka panjang. Tetapi, para peneliti berharap mereka dapat membuat suatu perbedaan yang jelas bagi hidup anak-anak penderita autis.

c. Dolphin Therapy
Selama berabad-abad, dolphin dikenal sebagai mahluk yang cerdas dan baik hati. Cerita mengenai kepahlawanan mereka menolong perenang-perenang yang kecapaian sudah ada sejak zaman dahulu.
Para dokter saat ini mencoba memakai dolphin untuk terapi bagi anak dengan kebutuhan khusus. Anak-anak ini suka berada dalam air yang hangat, menyentuh tubuh dolphin dan mendengar suara-suara yang dikeluarkan oleh dolphin-dolphin tersebut.
Dalam 2 dekade terakhir ini beberapa terapis dan psikolog berpendapat bahwa berenang dengan dolphin mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan. Beberapa orang bahkan percaya bahwa getaran dolphin dapat menyembuhkan sel manusia.
Para dokter di Dolphin-Human Therapy Center percaya bahwa mahluk yang sangat cerdas ini dapat membantu anak-anak dengan berbagai gangguan saraf, bahkan anak dengan Sindroma Down dan autisme.
Anak-anak ini demikian menyukai berenang dengan dolphin, sehingga hal tersebut dipakai sebagai "reward" untuk anak yang memberi respons yang baik pada terapi perilaku, misalnya pada terapi metoda ABA.
Laporan dari berbagai negara menunjukkan bahwa faktor interaksi itulah yang mempunyai efek yang positif terhadap manusia. Salah satu teori mengemukakan bahwa getaran sonar dolphin yang unik dapat mengindentifikasi gangguan saraf pada manusia, lalu menenangkannya sehingga lebih mudah bisa menerima pelajaran dan penyembuhan.
Namun banyak pula para ilmuwan yang berpendapat bahwa anak-anak hanya menyukai bersentuhan dengan dolphin, dan berenang dengan dolphin hanya merupakan suatu rekreasi saja.
Suatu penelitian dilakukan di Dolphin-Human Therapy Center di Key Largo, Florida. David Cole, seorang ilmuwan dalam bidang neurology menciptakan alat khusus untuk mengukur efek dari dolphin pada otak manusia. Cole mendapatkan bahwa ada suatu perubahan faali bila manusia berinteraksi dengan dolphin. Setelah berinteraksi dengan dolphin didapatkan bahwa anak-anak tersebut menjadi lebih tenang. Banyak peneliti berpendapat bahwa relaksasi inilah yang merupakan penyebab keberhasilan dolphin therapy. Menurut beberapa peneliti, relaksasi merangsang system kekebalan tubuh.
Cole mempunyai teori yang lain. Menurutnya energi dari dolphin bisa menimbulkan suatu phenomena "cavitasi" (pembuatan lubang). Energi tersebut dapat membuat robekan, bahkan lubang pada struktur molekuler dan tissue yang lembut. Cole percaya bahwa hal ini bisa merubah metabolisme selular, dan terjadi pelepasan hormone atau endorphin yang merangsang pembentukan sel-T (system kekebalan). Banyak yang percaya pada teori cavitasi ini, namun banyak pula ilmuwan yang bersikap skeptis.
Meskipun terapi dengan dolphin ini menghasilan beberapa perbaikan yang tidak dapat difahami, namun jangan lupa bahwa hal ini merupakan suatu eksperimentasi saja dan tidak memberikan penyembuhan secara medis.
Banyak bukti bahwa berhubungan erat dengan binatang mempunyai efek yang baik pada manusia, misalnya dengan anjing dan dengan kuda. Menyentuh dan bicara pada binatang bisa mengurangi stress. Berenang dan berinteraksi dengan dolphin merupakan petualangan yang menyenangkan. Dolphin mempunyai tampang yang sangat lucu dan membuat gemas, mereka seolah-olah selalu tersenyum.
Terapi dengan dolphin ternyata membantu kemajuan beberapa anak, namun jangan dianggap itu sebagai penyembuhan.
d. Acupuncture
Dalam riset dan pola pengembangan yng mereka terapkan pada anak didiknya, yang seluruhnya adalah penderita autis, mampu mencapai angka kesembuhan tinggi. Terapi yang diberikan adalah pola terpadu, berupa terapi akupuntur selama 15 menit/hari, ditambah aktivitas berenang dua kali sehari, plus sekolah khusus dengan guru dan pola ajaran bagi penderita autis.
Akupuntur berupa terapi tusuk jarum pada titik-titik syaraf vital di tubuh mampu melancarkan sirkulasi darah dan meningkatkan daya rangsang syaraf, menuju kenormalan. olahraga (terutama berenang) mampu menjadi media penyalur tingkat aktivitas penderita yang hiper dan agresif. Secara perlahan pun terlatih menuju ketenangan. Selanjutnya, sekolah khusus membantu memfasilitasi kegiatan terapi tersebut secara terpadu. Hasilnya, diperoleh perkembangan positif, tingkat hiperaktif dan agresifits menurun,dan fungsi syaraf otak mengalami perbaikan.
Walaupun kesembuhan tidk bisa diperoleh secara drastis, tetap harus sabar dengan terapi yang rutin. Sebagai pendukung keberhasilan terapi ini, penting juga diperhatikan pola makan. Penderita autis pantang makan jenis makanan bercitarasa pedas, asam, dan makanan berkadr lemak tinggi, aplagi karbohidrat berlebih, sebab efeknya tidak bagus terhadap kelancaran sistim syaraf dan peredaran darah.

e. Terapi Oksigen
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti mengembangkan terapi oksigen hiperbarik (hyperbaric oxygen treatment) untuk mengatasi masalah autisme pada anak. Terapi oksigen hiperbarik ini dilakukan dengan cara memberikan oksigen tekanan tinggi untuk memperbaiki kerja otak.
Pada penderita autisme, terjadi gangguan pada fungsi otak, salah satunya karena kekurangan oksigen sejak lahir atau bahkan selama dalam kandungan. Dengan terapi oksigen inilah kerusakan pada otak bisa diminimalisasi.
Menurut penelitian yang diungkap di jurnal Bio Medical Centre (BMC) Pediatrics, oksigen murni bisa mengurangi inflamasi atau pembekakan di otak dan meningkatkan asupan oksigen di sel-sel otak. Terapi ini dilakukan dengan sebuah alat berupa tabung dekompresi. Penderita autisme masuk ke dalam tabung itu lalu dialiri oksigen murni dan tekanan udara ditingkatkan menjadi 1,3 atmosfer.
Cara ini rupanya cukup efektif. Pemberian terapi oksigen hiperbarik secara rutin menunjukkan perbaikan pada kondisi saraf dan mengatasi cerebral palsy. Terapi ini banyak dipilih di beberapa negara dan para peneliti terus mengembangkannya.
Dan Rossignol dari International Child Development Resource Centre, Florida, AS, melakukan penelitian terhadap 62 penderita autisme berusia 2-7 tahun. Responden diberi terapi oksigen selama 40 menit setiap hari selama sebulan dengan asupan oksigen 24% dan tekanan udara 1,3 atmosfer.
Hasilnya, terjadi peningkatan hampir di seluruh fungsi organ tubuh, seperti sensor gerak, kemampuan kognitif, kontak mata, kemampuan sosial, dan pemahaman bahasa.
Terapi ini ditujukan bukan untuk penyembuhan melainkan tentang kemajuan kondisi dan tingkah laku penderita. Dengan itu anak autis bisa memperbaiki fungsi kerja otak dan kualitas hidupnya. Rossignol sebagai penelitu terapi ini telah membuktikan efektivitas terapi ini pada kedua anaknya yang menderita autisme. Ia mengatakan temuan ini belum berakhir dan masih akan mengembangkan untuk mencari hasil yang lebih optimal.

f. Terapi Antidepresan
Pada sebuah jurnal Syaraf, edisi Maret 23, DeLong menyajikan suatu hipotesis baru mengenai dua pertiga dari anak-anak yang menderita autisme infantil. Kenyataannya anak-anak ini dapat disembuhkan. Ketidakselarasan genetika, merupakan bentuk serangan awal dari depresi yang parah. Argumentasi DeLong berdasarkan analisis genetika terkini, penelitian mengenai perilaku, kimia otak, dan analisis konsep-konsep pada anak-anak autis, melalui penelitian di Universitas Duke dan institut-institut lain.
Penelitian mengenai genetika dan konsep-konsep otak, juga pemeriksaan ulang tentang gejala-gejala klasik dari autism, menunjukkan bahwa banyak anak-anak autis menderita autisme bukan karena keturunan.
Anak-anak yang menderita autism tampil seolah-olah mereka terbelenggu oleh pikiran mereka sendiri, sebab mereka tidak dapat mempelajari bahasa, atau keterampilan sosial yang dibutuhkan di lingkungannya.
Autism nyatanya merupakan spektrum dari ketidakselarasan dengan gejala-gejala yang hampir sama. Anak-anak autis, pada tahun kedua dari kehidupan biasanya kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang-orang di lingkungannya dan tidak berbicara, atau menggunakan bahasa, walaupun banyak di antara mereka mempunyai intelegensi yang normal.
Ada penderita autism yang disebabkan karena penyakit atau luka di daerah-daerah tertentu di otak, namun kasus yang terbanyak tidak diketahui, disebut sebagai kasus idiopatik. DeLong menyatakan bahwa 70 persen penderita ketidakselarasan yang tidak menyenangkan, seperti keterbelakangan mental atau gangguan pikiran yang menekan, bukan karena keturunan.
De Long sebagai peneliti memperhatikan serlama beberapa tahun bahwa gejala-gejala autism, gejala-gejala tersebut lebih terlihat sebagai depresi dan ketidakselarasan mental. Anak-anak ini tidak memperlihatkan kegembiraan atau kespontanan yang biasanya tampak pada anak-anak normal. Dan mereka sering memperlihatkan secara ekstrim hentakan keinginan, kemarahan dan rasa takut yang berlebihan.
De Long telah menemukan berbagai petunjuk, dari penelitian sekelompok anak autis, yang menderita autis karena ketidakselarasan genetik. Terlihat terjadi hal yang sama pada anak-anak ini, yaitu mereka dapat dirawat dengan pengobatan anti depresi.
Ketika para peneliti mempelajari otak anak-anak yang menderita autism idiopatik, mereka menemukan serotonin neurotransmitter yang sangat rendah di sebelah kiri otak pada daerah penggunaan bahasa. Serotonin juga penting untuk mempengaruhi suasana hati. Pada orang yang menderita depresi klinis, serotoninnya rendah sekali.
Pada perkembangan otak anak-anak, serotonin tidak saja berperan sebagai penerus informasi, tetapi juga sebagai agens (zat, kekuatan) pengembang yang mempengaruhi pertumbuhan otak. Bila peringkat serotonin di belahan otak kiri tidak mencapai peringkat kritis pada awal masa kanak-kanak, orang akan dapat melihat gejala-gejala seperti yang diderita autism: terganggunya perkembangan kemampuan kognitif, sosial dan emosional.
Penelitian terhadap orang-orang dengan otak yang mengalami pembedahan untuk memisahkan hubungan antara belahan otak kiri dan otak kanan, guna menghilangkan gejala-gejala epilepsi, biasanya disebut eksperimen "pemisahan otak", memperlihatkan otak bagian kiri merupakan penggerak keterampilan bahasa dan sebab akibat, sedangkan otak bagian kanan merupakan penggerak keterampilan visual, gerakan tubuh, kemampuan musik dan hafalan. Peringkat serotonin di otak bagian kanan dari sebagian besar anak-anak penderita autism idiopatik keadaannya normal dan keterampilan visual serta gerakan tubuh mereka juga normal. Pada kenyataannya, banyak sarjana autis memperlihatkan jenis kompensasi yang berlebihan pada otak bagian kanannya, yang memberikan kepada mereka kemampuan-kemampuan lebih dalam keterampilan menghitung, matematika, musik atau artistik.
Ketika para peneliti mempelajari anak-anak yang lebih tua dan para remaja yang terdiagnosis sebagai ketidakselarasan mental, mereka menemukan bahwa anak-anak ini mempunyai kemampuan visual dan gerakan tubuh yang lebih besar, namun kemampuan bahasa yang rendah, walaupun tidak sebesar anak-anak autis.
Penemuan-penemuan ini mengarahkan DeLong untuk mencoba merawat anak-anak autis dengan Prozac (fluo-xetine) dan beberapa obat khusus pencegah ter-hambatnya serotonin (SSRls). Obat-obat tersebut merupakan obat untuk merawat depresi, bekerja menambah serotonin dalam otak.
Laporan sebuah penelitian pada bulan Oktober 1998 yang diterbitkan oleh Journal of Developmental Medicine and Child Neurology, DeLong dan kawan-kawan melaporkan bahwa ketika 37 anak-anak autis berusia 3 sampai 7 tahun dirawat dengan Prozac (fluoxetin) selama tiga tahun, 22 dari antaranya merespon baik penggunaan obat tersebut, memperoleh kembali keterampilan berbahasa, kemampuan bersosial meningkat dan gangguan pikiran yang diderita mereka seperti misalnya, terpaku pada satu obyek tertentu selama berjam-jam akan hilang. Dari anak-anak yang merespon baik pengobatan tersebut, semua mempunyai riwayat penyakit depresi mayor dari keluarganya. Menarik untuk mengatakan bahwa autism dan ketidakselarasan mental disebabkan oleh penyebab yang sama, yaitu gen yang cacat dan fakta tentang gen tersebut mulai mengarah ke sana.
Penelitian oleh DeLong dan kawan-kawan di Universitas Duke menunjuk ke gen di suatu tempat pada kromosom 15, sebagai gen autism yang berpotensi. Dan sekarang berbagai penelitian mengenai depresi di berbagai lembaga pendidikan memperlihatkan hasil yang sama yaitu kromosom 15, sebagai gen dari ketidakselarasan mental yang berpotensi. Walaupun belum dapat dipastikan bahwa gen tersebut adalah hanya satu dan sama, namun fakta tersebut memberikan harapan. Penelitian mengenai genetika, memberikan harapan pada diagnosis awal dan perkembangan dari pengobatan khusus yang lebih banyak untuk meningkatkan pengadaan serotonin pada pengembangan otak anak-anak autis bahkan akan menambah harapan bagi perawatan yang efektif bagi penyakit ini.

g. Terapi Pijat Kaki
Penderita autis memiliki urat otot cerebrospinal yang lebih pendek dan kecil, yang merintangi interkoneksi diantara urat-urat syaraf. Pengeluaran sel-sel syaraf yang tidak seimbang semakin memperparah gangguan konduksi dan pengiriman informasi syaraf impuls.
Memijat titik-titik syaraf dikaki untuk memperkuat hubungan dengan sel-sel otak dan memperbaiki fungsi otak. Pada tahap awal pengobatan, udara dingin akan dikeluarkan dari kepala pasien, dan pasien akan secara perlahan akan memperhatikan lingkungan sekitarnya, menyapa dan bertemu orang asing tanpa takut.
Pengeluaran sel-sel syaraf yang tidak seimbang disebabkan oleh kekurangan yin pada urat syaraf tulang belakang. Oleh karena itu, pengobatan pertama adalah mengatur fungsi urat syaraf tulang belakang dan otak, dengan begitu dapat merangsang kemampuan berbahasa, berpikir dan memahami sesuatu.
Pikiran memiliki kecerdasan dan kebijaksanaan serta bergantung pada jing (jiwa) dan qi (energi vital) untuk menopangnya. Kemunduran dalam kecerdasan dan kebijaksaanan pada penderita autis menyebabkan kekacauan pada mentalnya. Kekacauan ini berasal dari kurangnya jing dan qi. Selama pengobatan, saya merangsang titik syaraf jantung yang ada di kaki untuk memperkuat fungsi mental. Dengan begitu mendapat dua kali hasil sekaligus dengan satu usaha, mempercepat perkembangan kecerdasan dan kebijaksanaan, serta meningkatkan pemahaman, kesadaran dan kemampuan berbahasa.
Kebanyakan pada anak-anak autis yang memiliki watak tidak stabil akan menjadi mudah marah, tipe penderita kekurangan yin pada hati. Melalui perbaikan dan perawatan yin pada hati dengan cara pemijatan pada titik syaraf hati dikaki sehingga dapat menyeimbangkan yin pada hati, dan perangai buruk mereka akan berkurang. Setelah terapi ini mereka berubah menjadi lebih stabil. Penderita anak-anak autis yang dirawat melalui cara ini mulai berhenti menangis tanpa sebab, melempar benda-benda dan menyakiti diri sendiri. Mereka juga dapat tidur dengan nyenyak.
Energi pada limpa mengontrol pencernaan. Hal ini erat kaitannya dengan penyerapan nutrisi makanan. Penambahan energi melalui pemijatan titik saraf limpa dapat memperkuat fungsi limpa dan meningkatkan nafsu makan pasien, mempertinggi fungsi pencernaan dan penyerapan. Selama energi yang dibutuhkan untuk perkembangan perbaikan otak berjalan baik, maka pembangunan kembali fungsi otak akan berjalan lancar. Penambahan perawatan pada kerongkongan, lidah dan mulut dapat membantu kemampuan berbahasa dalam kurun waktu selama tiga bulan.
Terapi ini paling bagus dilakukan pada anak-anak usia 4 sampai 5 tahun. Pada usia 3 tahun, kemungkinan hasil diagnosa tidak dapat ditentukan karena usianya terlalu muda untuk diadakan pengobatan. Pasien yang berusia diatas 10 tahun sulit untuk diobati – memakan proses yang lebih lambat dan lama untuk membuahkan hasil yang bagus. Pasien yang berusia diatas 12 tahun akan menunjukkan perkembangan yang sangat lambat.

Asuhan Keperawatan Anak dengan Fibrosis Kistik

Fibrosis Kistik adalah gangguan multisistem genetik yang mempengaruhi kelenjar eksokrin (penghasil mukus).

Pengkajian

Pemeriksaan fisik anak
Riwayat keluarga dan kesehatan
Observasi adanya manifestasi klinis fibrosis kistik berikut:
Ileus Mekonium (bayi aru lahir)
Distensi abdomen
Muntah
Gagal mengeluarkan feses
Perkembangan dehidrasi yang cepat

Gastrointestinal
Feses besar, banyak, encer, berbusa dan menyengat
Nafsu makan sangat besar (pada awal sakit)
Hilang nafsu makan (sakit lanjut)
Penurunan berat badan
Penyusutan jaringan yang nyata
Gagl tumbuh
Distensi abdomen
Ekstremitas kurus
Kulit mengkilat
Bukti defisiensi vitamin larut lemak (A, D, E, K)
Anemia
Pulmonal
Manifestasi awal:
Pernapasan mengi
Batuk kering dan nonproduktif
Manifestasi lanjutan:
Peningkatan dispnea
Batuk proksisimal
Bukti emfisema obsturktif dan area bercak dari atelektasis
Keterlibatan progresif:
Sangat terinflasi, barel chest
Sianosis
Jari dan ibu jari kaki tabuh
Episode berulang dari bronkitis dan bronkopneumonia

Bantu dengan prosedur diagnostik yang meliputi:
Radiografi dada untuk bukti emfisema obstruktif umum, atelektasis, bronkopneumonia
Konsentrasi klorida keringat (>60 mEq/L)
Pengukuran enzim pankreas dari spesimen feses
Tes absorbsi lemak dari spesimen feses
Tes fungsi pulmonal



Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang kental dan banyak
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna nutrien, kehilangan nafsu makan (penyakit tahap lanjut)
5. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan pencernaan nutrien
6. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, adanya mukus sebagai media pertumbuhan organisme
7. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasional
8. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan seringnya hospitalisasi, berada di rumah terus, keletihan
9. Antisipasi berduka berhubungan dengan potensial kehilangan anak yang dirasakan

Dx 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret mukus yang kental dan banyak
- Bantu anak untuk mengekspektorasikan sputum untuk meningkatkan bersihan jalan napas
Berikan nebulisasi dengan larutan dan alat yang tepat sesuai ketentuan
Lakukan penghisaan untuk membersihkan sekret
Lakukan fisioterapi untuk membersihkan sekret
- Observasi anak dengan ketat setelah terapi aerosol dan fisioterapi dada untuk mencegah aspirasi akibat sputum banyak yang tiba-tiba mengencer
- Berikan drainase (rekombinan, deoksiribonuklease manusia) sesuai resep untuk menurunkan viskositas mukus
Dx 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
Pertahankan jalan napas yang paten
Posisikan untuk mendapatkan efisiensi ventilator maksimum seperti posisi Fowler tinggi atau duduk, membungkuk ke depan
Tingkatkan ekspektorasi sekresi mukus
Pemudahan upaya pernapasan
Pantau tanda-tanda vital, gas darah arteri, dan oksimetri nadi untuk mendeteksi/mencegah hipoksemia.
Berikan suplemen oksigen sesuai ketentuan/kebutuhan. Pantau anak dengan ketat karena narkosis karbondioksida akibat oksigen merupakan bahaya dari terapi oksigen pada anak dengan penyakit paru kronis
Dorong latihan fisik yang sesuai kondisi anak karena hal ini seringkali efektif untuk membersihkan akumulasi sekresi paru dan untuk meningkatkan kpaasitas latihan ketahanan sebelum mengalami dispnea

Dx 3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial
Beri posisi yang nyaman
Tingkatkan istirahat
Pertahankan kepatenan jalan napas
Anjurkan untuk napas dalam menggunakan spirometri atau permainan yang sesuai dengan perkembangan anak
Anjurkan anak untuk melakukan aktivitas latihan yang sesuai
Implementasikan tindakan untuk mengurangi ansietas dan ketakutan
Atur aktivitas untuk memungkinkan penggunaan energi yang minimal

Hasil yang diharapkan:
1. Anak bernapas dengan mudah dan tanpa dispnea
2. Anak menunjukkan kapasitas ventilasi yang membaik
3. Frekuensi pernapasan reguler dalam batas normal
4. Nilai gas darah/saturasi oksigen dalam batas normal
5. Oksigenasi jaringan adekuat
6. Anak melakukan aktivitas fisik sesuai kondisi dan minat
7. Anak beristirahat dan tidur dengan tenang
8. Pernapasan tetap dalam batas normal

The Calgary Family Assessment Model

The Calgary Family Assessment Model (CFAM) merupakan pengkajian yang menyeluruh, system kerangka kerja multidimensional, sibernetika, komunikatif dan merubah teori dasar. Kita mengadaptasi CFAM sebagai kerangka pengkajian keluarga yang dikembangkan oleh Tom & Sanders (1983) dan sekarang telah mengalami perbaikan. Adapun 3 kategori mayor CFAM meliputi structural, developmental, fungsional. Masing-masing kategori memuat subkategori. Ini sangat penting bagi perawat untuk memutuskan kategori yang relevan dan tepat untuk dikaji dengan tiap keluarga pada tiap poin saat itu juga. Tidak semua subkategori memerlukan pengkajian pada saat pertemuan pertama dengan keluarga dan beberapa subkategori tidak perlu dikaji. Jika perawat menggunakan semua subkategori, membuat data berlebihan.
CFAM merupakan konsep yang menggunakan 3 kategori pengkajian (structural, developmental, fungsional) dan dari tiap cabang diagram mempunyai banyak subkategori. (seperti diagram berikut)
1. Pengkajian Struktural
a. Internal
i. Komposisi keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji dalam kategori ini adalah anggota dan tipe keluarga, kepemilikan keluarga tentang anggotanya, perubahan dalam komposisi keluarga.
Ada 5 hal penting dalam konsep keluarga, antara lain :
1. Keluarga adalah sistem atau unit
2. Anggotanya bisa saling berhubungan atau tidak, dan bisa tinggal bersama-sama atau tidak
3. Terdapat kehadiran anak atau tidak
4. Memiliki komitmen dan ikatan diantara anggota keluarga untuk pencapaian tujuan masa depan
5. Fungsi dari unit caregiving meliputi proteksi, pemenuhan kebutuhan makanan, dan sosialisasi dari anggotanya
ii. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin merupakan suatu kepercayaan atau harapan mengenai perilaku dan pengalaman pria dan wanita. Kepercayaan tersebut berkembang karena budaya, agama, dan pengaruh keluarga. Jenis kelamin sangat penting diketahui perawat karena perbedaan pengalaman laki-laki dan perempuan di dunia adalah inti komunikasi terapeutik. Pengkajian subkategori ini termasuk pandangan keluarga terhadap maskulinitas dan femininitas.
iii. Urutan Posisi
Urutan posisi yang dimaksud adalah posisi anak-anak dalam keluarga sesuai usia dan jenis kelamin. Poin penting dalam pengkajian subkategori ini adalah urutan kelahirna, jenis kelamin, dan jarak kelahiran.
iv. Subsistem
Subkategori ini digunakan untuk melabeli atau menandai tingkat sistem diferensiasi keluarga. Keluarga menjalankan fungsinya melalui subsistem yang dimiliki. Masing-masing orang memiliki tingkatan kekuasaan dan penggunaan kemampuan yang berbeda. Pengkajian subkategori ini meliputi adanya subgroup dalam keluarga serta pengaruhnya
v. Batasan
Sub kategori ini berhubungan dengan peraturan ”mendefinisikan siapa yang terlibat atau termasuk dan berapa banyak”. Sistem dan sub sistem keluarga memiliki batasan, yang fungsinya untuk melindungi proses deferensiasi dari sistem atau sub sistem. Batasan-batasan itu cenderung berubah seiring waktu. Gaya atau jenis batasan keluarga dapat memfasilitasi atau bahkan memberi ketidakleluasaan dari fungsi keluarga. Batasan cenderung berubah seiring waktu.
b. Eksternal
i. Keluarga Besar
Yang termasuk keluarga besar itu adalah keluarga asli dan keluarga prokreasi generasi sekarang. Pengkajian dalam subkategori ini termasuk pentingnya keluarga inti dan pengaruhnya.
ii. Sistem Luas
Subkategori ini mengacu pada agen-agen sosial dan personal yang memiliki hubungan berarti dengan keluarga. Seperti sistem yang umun secara luas meliputi, sistem kerja, dan untuk beberapa keluarga mencakup keselamatan atau kesejahteraan umum, keselamatan anak, perawatan perkembangan, dan klinik pengobatan untuk klien yang rawat jalan. Sistem secara luas juga didesain untuk populasi khusus. Dalam pengawasan klinik yang perlu diperhatikan adalah makna sistem luas bagi keluarga.
c. Konteks
Konteks menjelaskan keadaan secara utuh atau latar belakang yang relevan terhadap beberapa kejadian atau kepribadian. Masing-masing sistem keluarga berkumpul dengan sistem luar seperti tetangga, kelas, daerah dan negara serta berpengaruh terhadap sistem keluarga.
i. Etnis
Subkategori ini dimaksudkan untuk konsep kebangsaan keluarga yang berasal dari kombinasi dari kebudayaan, ras dan agama. Etnis menjelaskan secara umum dari kesadaran dan ketidaksadaran proses yang dipancarkan oleh keluarga keseluruhan dan selalu dikuatkan oleh komunitas yang ada di sekelilingnya. (McGoldrick, 1988a). Suku adalah faktor penting yang mempengaruhi interaksi keluarga. Perbedaan etnis dalam keluarga dan pengaruhnya terhadap keluarga perlu dikaji. Perawat perlu mengetahui perbedaan nilai dan kepercayaan dalam keluarga.
ii. Ras
Ras dipengaruhi oleh diri individu dan identifikasi kelompok. Hal ini merupakan perluasan yang terdiri dari berbagai variabel seperti kelas, agama dan etnisitas. Tingkah laku rasisme, stereotype dan diskriminasi berpengaruh terhadap interaksi dalam keluarga, dan bila hal tersebut tidak dapat dikenali maka akan berdampak negatif terhadap keleluasaan hubungan antara keluarga dan perawat.
iii. Kelas Sosial
Subkategori ini terbentuk dari pendidikan yang dicapai, penghasilan, dan pekerjaan. Pengelompokan kelas sosial berdasarkan nilai, gaya hidup, dan perilaki yang berpengaruh pada interaksi keluarga. Kelas sosial juga berhubungan dengan sistem nilai dan kepercayaaan.
iv. Agama
Subkategori ini mempengaruhi nilai, ukuran keluarga, pelayanan kesehatan dan praktek sosial. Sedangkan spiritualitas adalah kepercayaan konvensional yang berpikir linier yang menyebabkan dan mempengaruhi pemikiran. Pengkajian untuk subkategori ini meliputi pengaruh agama dan aspek spiritual serta pengaruhnya terhadap perilaku kesehatan.
v. Lingkungan
Meliputi aspek komunitas yang lebih luas, tetangga dan lingkungan rumah. Faktor lingkungan seperti area yang adekuat dan bersifat pribadi serta akses menuju sekolah, pelayanan kesehatan, rekreasi dan transport umum yang mempengaruhi fungsi keluarga. Hal penting yang perlu dikaji adalah layanan masyarakat serta penggunaannya oleh keluarga dan pengaruhnya terhadap keluarga.
Struktur Alat Pengkajian
Genogram dan ecomap adalah dua alat yang sangat membantu perawat dalam merencanakan struktur keluarga internal dan eksternal. Alat ini dikembangkan dalam pengkajian, perencanaan dan intervensi.
1. Genogram
Genogram adalah diagram susunan keluarga. Bagan genogram menggambarkan hubungan genetic dan bagan genealogi. Menggambarkan kurang lebihnya 3 generasi. Anggota keluarga digambarkan dengan garis horizontal. Anak digambarkan dengan garis vertical. Lalu urutan posisi anak digambarkan dari kiri ke kanan dimulai dari yang paling tua. Lalu setiap individu di beri symbol sesuai jenis kelamin. Dalam bentuk siklus harus dicantumkan nama dan usia. Jika dalam keluarga ada yang meninggal (dia pria/wanita) disimbolkan garis pada sudut symbol.
2. Ecomap
Ecomap adalah diagram kontak keluarga dengan lingkungan. Tujuan ecomap adalah untuk menunjukkan hubungan anggota keluarga dengan sistem yang lebih besar. Ecomap menunjukkan sebuah gambaran dari keluarga dalam situasinya: menggambarkan perhatian penting atau konflik hubungan antara keluarga dan lingkungan.
Genogram dan ecomap dapat digunakan dalam semua setting perawatan kesehatan untuk meningkatkan kepedulian perawat pada seluruh keluarga dan interaksi keluarganya dengan system yang lebih besar dan keluarga besarnya (extended familinya).
2. Pengkajian Develompental
Untuk memahami struktur keluarga, perawat perlu memahami siklus perkembangan kehidupan dari masing-masing keluarga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengkajian developmental terdiri dari tahapan, tugas dan kasih sayang dalam keluarga.
Dalam CFAM dijelaskan tahapan siklus kehidupan keluarga, proses transisi emosional dan perubahan kedua yang selanjutnya terjadi. Isu ini dapat menyempurnakan tugas di setiap tahapan. Dalam usaha untuk menjelaskan keanekaragaman perkembangan keluarga, berikut ini 5 contoh tipe siklus kehidupan keluarga beserta tugas keluarga dan kasih sayang di dalamnya:
1) Tahapan siklus kehidupan keluarga warga Amerika Utara kelas menengah
Tahapan 1 : Dimulainya Kehidupan Dewasa Muda
Tugas:
1. Perbedaan diri sendiri dalam hubungan keluarga
2. Perkembangan hubungan intim dengan teman sebaya
3. Perkembangan dirinya sendiri dalam hubungan untuk bekerja dan kebebasan finansial.
Kasih Sayang
Tidak ada kasih sayang yang benar maupun salah dalam tahap ini. Pengkajian yang penting bagi perawat adalah kepercayaan keluarga terhadap kasih sayang antar anggota dan penghormatan terhadap kasih sayang tersebut.
Tahap 2 : Pernikahan : Menjadi Anggota Keluarga
Tugas:
1. Membangun identitas Pasangan
2. Memantapkan hubungan dengan keluarga besar dari suami dan istri.
3. Merencanakan menjadi orang tua
Kasih Sayang
Kasih sayang dalam tahap ini biasanya menggambarkan ikatan antara suami dengan istri atau suami/istri dengan keluarganya.
Tahap 3: keluarga dengan anak muda
Tugas:
1. Sistem pengaturan hubungan untuk membuat ruang gerak pada anak.
2. Ikut serta dalam memandirikan anak, tugas financial dan rumah tangga
3. Memantapkan hubungan dengan keluarga besar.
Kasih Sayang
Orang tua perlu mengatur ikatan pernikahan, komunikasi tambahan dengan anak, waktu untuk pribadi dan waktu bersama. Anak memerlukan keamanan dan kasih sayang yang hangat dari orang dewasa, seperti mengembangkan hubungan persaudaraan yang positif.
Tahap 4: Keluarga dengan anak remaja
Periode ini selalu dikarakteristikkan sebagai masa transisi, baik dalam segi perubahan biologi, emosional, dan sosiokultural terjadi perubahan besar dan meningkat dengan cepat.
Tugas:
1. Perubahan dari hubungan orang tua-anak kepada mengijinkan remaja untuk diam di rumah atau keluar.
2. Memfokuskan kembali kepada isu keluarga dan karir.
3. Memulai perubahan ke depan dengan ikut terlibat dalam perawatan generasi tua.
Kasih Sayang
Semua anggota keluarga melanjutkan untuk memiliki hubungan dalam keluarga, atau lebih meningkat lagi, remaja lebih suka menjadi anggota dalam pertemanan daripada menjadi anggota keluarga. Suami dan istri perlu meninjau kembali hubungan dalam pernikahan mereka.
Tahap 5: Melepas Anak-Anak dan Membiarkannya Bergerak
Tugas:
1. Merundingkan kembali mengenai susunan pernikahan.
2. Perkembangan hubungan yang lebih dewasa antara anak remaja dan orang tuanya.
3. Meluruskan kembali keputusan untuk tinggal bersama-sama mertua dan anak remaja.
4. Mengurus keterbatasan dan kematian kakek/nenek
Kasih Sayang
Setiap anggota keluarga melanjutkan untuk memiliki keterkaitan di luar dan membangun peran baru yang sesuai dengan tahap ini.
Tahap 6 : Keluarga di saat hidup terakhir
Tugas
1. Mempertahankan fungsi diri dan pasangan yang mulai mengalami kemunduran fisiologis
2. Membuat ruangan yang menyenangkan
3. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, saudara dan mempersiapkan kematian.
Kasih Sayang
Pasangan akan mebangun kembali dan memodifikasi huungan sesuai tingkatan fungsi dari keduanya. Terdapat penyediaan interdependensi terhadap generasi selanjutnya. Orang tua sama-sama membantu dan menyuport anaknya, terutama anak perempuan. Hubungan intergenerasi cenderung lebih kuat dengan anak perempuan.

2) Tahapan siklus kehidupan keluaraga yang bercerai dan pasca bercerai
Sebagai pasangan yang tertua menemukan diri mereka dalam peran sebagai kakek/nenek dan ibu/ayah mertua, mereka harus mengurus pasangan anak mereka dan membuka jarak untuk cucu baru mereka.
Tahap Proses emosi dari perubahan tingkah laku Isu yang berkembang
Perceraian
Memutuskan bercerai Menerima ketidakmampuan untuk memecahkan masalah perkawinan demi kelanjutan hubungan. Menerima pasangan sebagai bagian dari diri sendiri pada kegagalan berumah tangga.
Rencana perubahan Mendukung biaya bagi seluruh system a. bekerja sama dalam masalah penjagaan, kunjungan dan financial
b. menghadapi perpecahan keluarga akibat perceraian
Perpisahan
a. secara sukarela melanjutkan hubungan suami istri secara kooperatif dan ikut mendukung financial anak
b. membangun kasih sayang terhadap pasangan a. berduka cita atas hilangnya nuclear family
b. membangun kembali kedudukan pasangan dan hubungan antara anak dan orang tua serta financial ; beradaptasi untuk hidup terpisah
c. mendapatkan kembali harapan, impian, dan keinginan tentang perkawinan
perceraian
Lebih bekerja pada emosi perceraian ; mengatasi rasa bersalah, terluka, amarah, dst. Memperbaiki kembali hubungan baik dengan keluarga yang telah berpisah ; tetap berhubungan dengan pasangan keluarga yang berpisah

Setelah Perceraian
Single family (yang sudah menikah lagi secara hukum) Keinginan untuk memberikan tanggung jawab financial, melanjutkan kontak orangtua dengan pasangan dan mendukung kontak anak dengan mantan pasangan dan keluarganya a. memudahkan kunjungan dengan mantan pasangan dan keluarganya
b. membangun sumber keuangan sendiri
c. membangun hubungan social
Single family (belum berkeluarga lagi) Keinginan untuk mengatur kontak orang tua dengan mantan pasangan dan mendukung pemeliharaan hubungan dengan anak a. menemukan jalan untuk melanjutkan hubungan orang tua yang efektif dengan anak
b. mengatur tanggung jawab keuangan terhadap pasangan dan anak
c. membangun jaringan social
Perceraian dapat terjadi di berbagai tahapan siklus kehidupan keluarga, maka dampaknya dapat berbeda-beda.
Quin & Alen menyebutkan dalam studinya dari 30 keluarga yang single parent mengalami kesulitan dalam mengatur waktu, uang, dan energinya. Keluarga ini menyatakan keperhatinanya secara serius tentang kegagalanya untuk bertemu keluarga besar dan harapan sosial untuk kehidupan berkeluarga secara normal dengan dua orang tua. Para perempuan merasa mereka harus memperhatikan tingkah laku yang bertentangan dengan tingkah laku yang mereka asumsikan. Mereka harus memperlihatkan bahwa mereka harus menikah lagi. Mereka merasa terus menerus dalam tekanan keluarga, teman, dan gereja untuk menikah lagi untuk memberikan kehidupan berkeluarga secara normal. Para perempuan tersebut dilaporkan terjebak dalam dua jepitan, mencoba menunjukkan sikap yang mungkin mereka dan suami baru, di sisi lain mencoba menggunakan sikap yang seakan-akan bertentangan yang memperbolehkan mereka untuk mengatur kehidupan mereka secara sukses. Upaya perawat dengan keluarga single parent untuk mengeksplorasikan mereka tentang harapan yang bertentangan ini adalah cara untuk menolong perempuan untuk merencanakanvrespon mereka dalam beberapa situasi yang bertentangan.
3) Tahapan siklus kehidupan keluarga dengan pernikahan dengan pasangan baru
Proses emosional keluarga dalam transisi ke pernikahan kembali berisi perjuangan yang penuh dengan ketakutan menjalin hubungan yang baru. Pernikahan kembali mengandung banyak permusuhan atau reaksi kurang baik (marah) dari anak, keluarga kedua belah pihak, dan dari mantan pasangan. Dibutuhkan penjelasan tentang keambiguan dari organisasi keluarga yang baru, termasuk peran dan hubungan. Seringkali terjadi peningkatan rasa penyesalan orang tua dan lebih berfokus kepada anak, dan mungkin merupakan goncangan positif maupun negative dari hubungan lama dengan mantan pasangan.
Tabel 3.3 Pembentukan Keluarga Yang Menikah Lagi: Sebuah Perkembangan
Langkah
1. Memasuki Hubungan Baru Pengembalian dari kehilangan dari pernikahan yang pertama / sebelumnya Berkomitmen ulang untuk menikah dan membentuk sebuah keluarga dengan kesiapan dalam mengatasi kekompleksitasan dan ketidakjelasan.
2. Mengonsep dan merencanakan pernikahan dan keluarga baru Menerima ketakutan pasangan baru dan anak berkaitan dengan pernikahan kembali dan pembentukan keluarga tiri.

Menerima kebutuhan dan sabar dalam mengatasi peningkatan kompleksitas dan keambiguan meliputi:
1. Berbagai macam aturan baru
2. Batas: ruang, waktu, keanggotaan, kepemilikan
3. hubungan perasaan : rasa bersalah, keloyalitasan, hasrat, luka yang tidak teratasi a. bersikap terbuka pada hubungan baru untuk menghindari kepura-puraan
b. Merencanakan untuk menjaga kerjasama keuangan dan hubungan dengan mantan pasangan
c. Merencanakan untuk menolong anak menghadapi ketakutan, konflik loyalitas, dan kepemilikan dalam dua system
d. Meluruskan hubungan dengan keluarga kedua belah pihak dengan melibatkan pasangan baru dan anak.
e. Merencanakan menjaga hubungan anak dengan keluarga pasangan yang lama
Menikah lagi dan membentuk keluarga Resolusi final dari sebuah ikatan dengan pasangan sebelumnya dan hubungan keluarga ideal
Menerima perbedaan model keluarga dengan batasan-batasan yang bisa dimodifikasi. a. menyusun ulang struktur batasan keluarga yang memungkinkan masuknya orang tua tiri yang baru.
b. Meluruskan kembali hubungan dan pengaturan keuangan termasuk sub systemnya yang memungkinkan campur tangan dari beberapa system.
c. Membuat ruang untuk membina hubungan dengan anak dan orang tua biologisnya, kakek nenek, dan keluarga terpisah yang lain.
d. Berbagi kenangan dan sejarah untuk mengembangkan hubungan keluarga yang lebih jauh.
4) Perbandingan tahapan siklus kehidupan keluarga berada dengan keluarga berpenghasilan rendah
Tabel 3-4. Perbandingan pada tahapan siklus kehidupan keluarga
Umur Keluarga tingkat profesional Keluarga berpendapatan rendah
12-17 • Mencegah kehamilan
• Lulus dari SMA
• Orang tua mengizinkan anak untuk mencapai kebebasan lebih besar • Terjadi kehamilan pertama
• Berusaha lulus dari SMA
• Orang tua memberikan control ketat sebelum kehamilan pertama. Setelah hamil, menjadi orang tua baru untuk bayinya
18-21 • Mencegah kehamilan
• Meninggalkan keluarga orang tua untuk kuliah
• Menyesuaikan untuk perpisahan orang tua-anak • Terjadi kehamilan kedua
• Tidak ada pendidikan lebih lanjut
• Ibu muda mendapatkan status dalam keluarga
22-25 • Mencegah kehamilan
• Berkembangnya identitas profesional lulusan sekolah
• Memiliki hubungan relasi yang serius • Terjadi kehamilan ketiga
• Menikah: meninggalkan orang tua untuk menetapkan langkah memulai keluarga baru
• Mengatur jaringan kekerabatan
26-30 • Mencegah kehamilan
• Menikah: berkembangnya pasangan inti, terpisah dari orang tua
• Mengembangkan karir yang dimiliki • Terpisah dari suami
• Ibu menjadi kepala keluarga dengan jaringan kekerabatan
31-35 • Kehamilan pertama
• Kembali kontak dengan orang tua
• Membedakan karir dan hubungan anak antara suami dan istri
• Pertama mampunyai cucu
• Ibu menjadi nenek dan merawat anak perempuan dan bayinya
5) Tahapan siklus kehidupan keluarga adopsi.
Status baru yang legal pada keluarga dengan adopsi tidak secara otomatis memberi efek yang sama terhadap psikologis. Perawat harus memberikan perhatian khusus dalam pembentukan keluarga adopsi. Sebagai contoh, sebagian besar agensi (penyalur anak-anak yang dapat diadopsi) menawarkan layanan adopsi yang terbuka, tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang telah bercerai, orang tua tunggal, menikah, atau pasangan rujuk untuk menjadi orang tua adopsi.
Proses adopsi dapat menjadi stressful atau joyful bagi beberapa keluarga. Selama fase perkembangan preschool, keluarga haus mengakui bahwa adopsi adalah kenyataan dalam keluarganya. Pertanyaan tentang hubungan tersebut seringkali muncul baik dari anak maupun orang tua. Beberapa hipotesis untuk menjelaskan penggambaran yang berlebihan dari anak-anak adopsi (terutama pada usia antara 11 sampai 16 tahun) dalam sistem rawat jalan kesehatan mental, antara lain:
1. Faktor genetik atau keturunan.
2. Kurangnya perawatan prenatal dan perinatal.
3. Efek samping adopsi, termasuk berbagai macam kekacauan pada awal kehidupan bersama.
4. Keadaan keluarga adopsi, termasuk masalah-masalah internal keluarga sebelumnya.
5. Perbedaan temperamen antara anak yang diadopsi dengan orang tua angkatnya.
6. Penyesuaian cara menghormati dan berkomunikasi, termasuk sikap orang tua tentang adopsi.
7. Kesulitan membentuk identitas yang kuat pada masa remaja.
8. Perbedaan usia yang terlalu jauh antara orang tua angkat dan anak adopsi.

3. Pengkajian Fungsional
Pengkajian fungsional lebih fokus terhadap bagaimana individu menjalani hubungan satu dengan yang lainnya.
a. Instrumental
i. Aktivitas Sehari-hari Kehidupan
Aspek instrumental kaluarga dalam subkategori ini mengenai aktivitas rutin seperti makan, tidur, memasak, melakukan pengobatan, mengganti pakaian, dan sebagainya. Untuk keluarga dengan masalah kesehatan, ini adalah masalah yang sangat penting. Aktifitas instrumental kehidupan sehari-hari biasanya lebih banyak, lebih sering terjadi, memiliki arti yang lebih besar karena sakitnya anggota keluarga.
b. Ekspresif
kebanyakan keluarga telah menghadapi sebuah kombinasi antara masalah instrumental dan ekspresif. Contohnya, seorang wanita tua mengalami luka bakar. Masalah instrumen seputar perubahan balutan dan program latihan. Masalah ekspresif atau afektif mungkin berpusat pada peran atau penyelesaian masalah. Jika sebuah keluarga tidak menanggulangi masalah instrumental dengan baik, kemudian masalah ekspresif juga hampir selalu ada, bagaimanapun sebuah keluarga dapat menghadapi dengan baik masalah instrumental dan masih memiliki masalah ekspresif atau emosional. Ini sangat berguna bagi perawat untuk menggambarkan instrumental dari masalah ekspresif. Keduanya memerlukan penyelidikan dalam pengkajian keluarga dengan cermat.
Bentuk interaksi adalah tujuan utama dari kategori pengkajian fungsional. Keluarga secara jelas tersusun atas individu-individu, tetapi fokus dari pengkajian keluarga tidak hanya pada individu tetapi lebih pada interaksi seluruh anggota keluarga. Oleh karena itu, keluarga dilihat sebagai sebuah sistem interaksi anggota keluarga. Dalam memimpin pengkajian keluarga, perawat menjalankan asumsi bahwa individu memiliki pemahaman terbaik dalam konteks sosial sekitar mereka.
i. Komunikasi emosi
Subkategori ini menunjukkan rentang dan tipe emosi atau perasaan yang diekspresikan atau ditunjukkan atau keduanya. Pada umumnya keluarga mengekspresikan spektrum luas perasannya dari senang, sedih sampai ke marah, dimana keluarga dengan kesulitan sering memiliki bentuk yang cukup kaku dalam rentang ekspresi emosional yang sempit.
ii. Komunikasi verbal
Fokus subkategori ini terutama pada hubungan yang diekspresikan oleh isi verbal, dan hanya secara tidak langsung dari makna kata.
iii. Komunikasi non verbal
Subkategori ini memfokuskan pada variasi pesan nonverbal dan paraverbal pada saat anggota keluarga berkomunikasi. Pesan nonverbal meliputi posisi tubuh, kontak mata, sentuhan, gestur dan seterusnya. Kedekatan atau jarak diantara anggota keluarga merupakan sebuah komunikasi nonverbal yang penting. Paraverbal meliputi gaya bahasa, nada bahasa, menangis, gagap, dan lain-lain. Pengkajian perawat seharusnya menyertakan timing komunikasi nonverbal yang digunakan.
iv. Komunikasi sirkular
Subkategori ini meliputi komunikasi timbal balik antar orang. Ini merupakan pola untuk isu hubungan. Komunikasi sirkular bersifat adaptif.
v. Pemecahan masalah
Sub kategori ini merujuk pada kemampuan keluarga untuk memecahkan masalahnya sendiri dengan efektif. Hal yang penting untuk dikaji adalah siapa yang mengidentifikasi permasalahan pertama kali dan apakah dia berasal dari dalam atau luar keluarga, pola penyelesaian masalah keluarga.
vi. Peran
Sub kategori ini merujuk kepada pembangunan pola tingkah laku anggota keluarga. Peran adalah perilaku yang konsisten pada sebuah situasi tertentu. Peran bersifat tidak statis tetapi berkembang melalui interaksi individu dengan yang lain. Peran itu dipengaruhi orang lain, sanksi dan norma. Peran yang formal adalah peran yang disetujui secara luas oleh masyarakat ada pada norma. Misalnya peran ibu, suami dan anak. Peran yang informal berhubungan dengan pola pembentukan perilaku yang idiosinkratik pada sebagian individu, pada situasi tertentu.
Hal penting yang perlu dikaji perawat adalah bagaimana anggota keluarga menguasai dan menjalankan perannya.
vii. Pengaruh
Subkategori ini merupakan metode dalam mempengaruhi kebiasaan orang lain. Pengaruh atau control instrumental adalah penggunaan objek atau hak sebagai imbalan (seperti uang, nonton TV, menggunakan computer atau telepon, permen, rekreasi, dll). Pengaruh psikologis adalah penggunaan komunikasi dan perasaan untuk mempengaruhi perilaku. Sedangkan kontrol badaniah adalah hubungan badan secara nyata misalnya peukan, tamparan, dan lain-lain. Pengaruh positif maupun negatif terhadap keluarga sangat penting untuk dikaji.

viii. Kepercayaan
Subkategori ini adalah sesuatu yang mendasari ide, pendapat, dan asumsi yang dimiliki individu dan keluarga. Kepercayaan dan perilaku memiliki huungan yang sangat dekat.
ix. Persekutuan
Subkategori ini berfokus pada hubungan yang terarah, seimbang dan intensif antara anggota keluarga atau antara keluarga dan perawat. Sebagai perawat dengan mengkaji subkategori fungsional dari persekutuan / koalisi, perawat akan membantu memahami interkoneksi dengan kategori struktur dan perkembangan. Batasan subkategori struktural merupakan suatu bagian penting dari subkategori persekutuan / koalisi.